Senin, 25 November 2013

Sosiologi Pendidikan

Makalah




PENDIDIKAN MULTIKULTURAL


OLEH
HAFRIZAL
1010101010008






FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
DARUSSALAM-BANDA ACEH
2011
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis hantarkan kepada Allah subhanahuwataala karna dengan berkat dan rahmat nyalah  penulis dapat mengarang sebuah makalah yang berjudul tentang pendidikan multikultural salawat dan salam tidak lupa pula penulis kirim kan pahalanya kepada rasulullah SAW dengan berkat perjuangan beliau lah kita dapat merasakan nikmat iman dan islam.
Makalah ini berjudul pendidikan multikultural yang mana disini penulis mencoba menyajikannya kepada pembaca yang terhormat, agar nantinya dapat bemanfaat khususnya kepada penulis sendiri dan umumnya kepada masyarakat yang ada di indoesia.
Sesuai dengan judul nya makalah ini mencoba untuk mengulas bagaimana pentingnya sebuah sistem pendidikan multikultural yang penting untuk terapkan di sekolah atau lembaga pendidikan formal mengingat  indonesia sangat beragam etnis,suku,agama,dan ras yang kesemuanya itu kalau tidak di terapkan dengan baik maka akan menjadi sebuah masalah besar yang dapat mengacu pada konflik sebagaimana yang telah terjadi di beberapa provinsi di indonesia seperti maluku dan sebagainya.
Ucapan terima kasih penulis sampikan kepada dosen yang mengampu mata kuliah sosiologi pendidikan
Penulis menyadari makalah ini jauh dari sifat sempurna maka dari itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun


                                                                                                                                               
Wasalam penulis
                                                                                                                                               
                                                                                                                                               






DAFTAR ISI
A.      kata pengantar......................................................................................I
B.      daftar isi................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
B.RUMUSAN MASALAH
C.TUJUAN PENULISAN
BAB II PEMBAHASAN
A.      pengertian multikulturalisme menurut para tokoh
B.      pentingnya diterapkan pndidikan multikulturalisme di dalam masyarakat
C.      sejarah muncul dan berkembangnya pendidikan multikulturalisme
D.      implementasi multikulturalisme di dalam dunia pendidikan
BAB III PENUTUP
A.      Kesimpulan
B.      Saran
C.      Daftar pustaka














BAB I
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan negara yang kaya akan aneka ragam budaya ,etnis,suku,agama,dan ras yang semua itu patut untuk kita syukuri,indonesia yang memiliki latar belakang sejarah kemerdekaan yang mengagumkan dimana indonesia dapat bersatu dari sabang samapai marauke yang di lambangkan dengan bhineka tunggal ika.
Bila kita  berbicara masalah pendidikan memang pendidikan di indonesia masih jauh dari  yang apa yang diharapkan oleh masyarakat,diantaranya masalah itu di sebabkan oleh mulai dari kurikulum yang ditetapkan kemudian guru yang tidak profesional dalam mendidik anak-anak sampai kepada orng peserta didik.
Dalam makalah ini kita mencoba membahas tentang bagaimana peserta didik untuk bersikap toleran dan saling menghargai antar berbeda-beda latar belakng budaya, agama,ras dan lain sebagainya.
A.RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan apa yang telah di jelaskan dalam latar belakng tadi maka rumusan masalahnya sebagai berikut:
1.      Apa yang dimaksud pengertian multikulturalisme menurut para tokoh
2.      pentingnya di terapkan pendidikan multikulturalisme di dalam masyarakat
3.      implementasi pendidikan multikulturalisme di dalam dunia pendidikan
4.      sejarah muncul dan berkembangnya pendidikan multikulturalisme

B.RUANG LINGKUP MASALAH
Berdasarkan rumusan masalah maka batasan makalah ini adalah:
1.      pengertian multikulturalisme menurut para tokoh
2.      pentingnya diterapkan pndidikan multikulturalisme di dalam masyarakat
3.      sejarah muncul dan berkembangnya pendidikan multikulturalisme
4.      Implementasi dalam dunia pendidikan

C.TUJUAN MASALAH
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penulisan adalah:
1.      untuk mengetahui Apa yang dimaksud pengertian multikulturalisme menurut para tokoh
2.      untuk mengetahui pentingnya di terapkan pendidikan multikulturalisme di dalam masyarakat
3.      untuk mengetahui bagaimana implementasi pendidikan multikulturalisme di dalam dunia pendidikan.
4.      Untuk megetahui sejarah muncul dan berkembangnya pendidikan multikulturalisme
























BAB II
PEMBAHASAN

A.    PENGERTIAN MULTIKULTURALISME MENURUT PARA TOKOH
Ada banyak para ahli sehingga Raymond wiliams menyatakan bahwa istilah “culture” merupakan salah satu istilah yang paling sulit didefinisikan  didalam kamus bahasa inggris.Multukulturalisme meliputi sebuah pemahaman, penghajaan, dan penilaian atas budaya seseorang, serta sebuah penghormatan dengan keingintahuan  tentang budaya etnis lain.
Sedangkan bagi  H. A.R. Tilaar, multikulturalisme  merupakan upaya untuk  untuk menggali potensi budaya sebagai kapitalis yang dapat  membawa suatu komunitas dalam menghadapi resiko.Namun multikulturalisme bukan merupakan cara pandang yang menyamakan kebenaran- kebenaran lokal, tetapi justru mencoba membantu pihak- pihak yang saling berbeda untuk membangun sikap saling menghormati, agar tercipta perdamaian dan dengan demikian kesejahteraan dapat dinikmati oleh seluruh umat manusia.
Ada 5 jenis multikulturalisme:
1.      Multikulturalisme isolasionis :
Mengacu pada visi masyarakat sebagai tempat kelompok- kelompok budaya yang berbeda, menjalani  hidup mandiri dengan cara terlibat dalam saling interaksi minimal sebagai syarat yang nicaya untuk hidup bersama.
2.      Multukulturalisme akomadati:
Mengacu pada visi masyarakat yang berumpu pada satu budaya dominan, dengan penyesuaian-penyesuaian  pengaturan  pada saat untuk kebutuhan budaya minoris.
3.      Multukuturalisme mandiri: 
Mengacu pada visi masyarakat dimana kelompok- kelompok budaya besar mencari kesetaraan dengan budaya yang dominan dan bertujuan menempuh hidup mandiri dalam kerangka politik kolektif yang  dapat diterima.
4.      Multukultralsme kritis atau interaktif
 Merujuk pada asyarakat sebagai tempat kelompok- kelompok cultural kurang peduli untuk menempuh hidup mandiri.


5.      Multukulturalisme cosmopolitan:
Mengacu pada visi masyarakat yang berusaha menerobos ikatan- ikatan kuntural dengan membuka peluang bagi para individu yang kini tidak terikat pada budaya khusus, bebas bergiat dalam eksprimen- eksprimen antarkultur dan mengembangan
satu budaya  milik mereka sendiri.

B.     PENTINGNYA DITERAPKAN PENDIDIKAN MULTIKULTURALISME DI DALAM MASYARAKAT.
 Nieto mengatakan penting sekali kajian tentang budaya yang dapat mempengaruhi kegitan belajar agar mendapatkan prestasi belajar  yang baik. Jika dilihat dari kehidupan yang multicultural, pemahaman yang berdimensi multicultural harus hadir untuk memperluas wacana pemikiran yang selama ini masih mempertahankan egoisme, kebudayaan, agama, kelompok. Menjaga prulalitas kebudayaan atau keragaman budaya merupakan interaksi sosial dan politik antara orang-orang yang berbeda cara hidup dan berpikir dalam suatu masyarakat. Karena hal ini akan menolak kefanatikan terhadap kebudayaan lain. Tujuan utamanya adalah untuk mengubah struktur lembaga pendidikan supaya siswa dengan bermacam-macam latar belakang akan memiliki kesempatan dalam meningkatkan pendidikannya.
Howard mengatakan bahwa pendidikan multikultural memberi kompetensi multiultural. Dahulu siswa diawal itu selalu dengan adanya pengaruh dari budayanya masing-masing. Oleh karena itu maka, perlunya sosialisasi tentang pendidikan multikultural sejak dini. Dengan begitu maka masyrakat akan biasa memahami adanya perbedaaan kebudayaan atau kultur antar sesama masyarakat Indonesia. Karena ini akan berdampak pada usage, folkways, mores, dan costums.  Musa Asya’rie pendidikan multikultural bermakna sebagai proses pendidikan cara menghormati, tulus, toleran terhadap kebudayaan lainnya.  Fay mengemukakan multikulturalisme menunjukkan suatu yang krusial dalam dunia kontemporer. Dalam dunia multikultural harus mementingkan adanya perbedaaan antar satu dengan yang lainnya.  Banks pendidikan multikultural merupakan suatu rangkaian kepercayaaan dan penjelasan yang mengakaui dan menilai pentingnya keragaman budaya dan etnis di dalam membentuk gaya hidup, pengalamn sosial, indentitas pribadi, kesempatan pendidikan bagi individu.
Perkembangan Multikultural di AS dan Luar AS Pendidikan multikultural, di sini sudah berkembang sejak lama. Dengan strategi pendidikan multikultural adalah pengembangan dari studi interkultural dan multikulturalisme.  Akan tetapi perkembangannya itu merupakan tujuan politis ini menipis dan bahkan hilang sama sekali. Karena bersifat humanism, demokratis. Selanjutnya pendidikan multikultural ini justru menjadi motor penggerak dan untuk diterapkan di kampus, sekolah-sekolah dan institusi-institusi pendidikan. Perkembangannya pun semakin baik pada tahun 1960 an yang pertama kali di ungkapkan oleh Banks.  Pada saat itu, perkembangan pendidikan multicultural lebih pada kulit putih di AS dan didiskriminasi oleh kulit hitam. Pendidikan multikultural sekarang berkembang di dalam masyarakat Amerika bersifat antarbudaya etnis yang besar, yaitu budaya antarbangsa.Terdapat empat jenis dan perkembangann pendidikan multikultural di Amerika yaitu:
1.      Pendidikan yang bersifat segregasi yang memberikan hak berbeda antara kulit putih dan kulit hitam;
2.       pendidikan menurut konsep Salad Bowl
3.       konsep melting pot
4.      pendidikan multikultural melahirkan suatu pedagogik.  Inggris, pendidikan multikultural
berkembang berjalan sesuai dengan datangnya para imigran, yang mendapat perlakukan diskriminatif oleh pemerintah dan kaum mayoritas. Sehingga muncul gerakan yang berlatar belakang budaya.Pendidikan Multikultural di Indonesia Kondisi masyarakat Indonesia sangat beragam dan masyarakatnya pun tinggal di wilayah yang berbeda-beda yang dipisahkan dengan jarak yang sangat jauh. Sehingga untuk mengakses dari berbagai konsep pendidikan pun akan terhambat. Apalagi ditambah dengan konsep pemerintahan yang masih kurang dan membutuhkan pemberian konsep dalam pembaharuan dari pemerintahan yang belum tersusun dengan baik. Pendidikan multikultural sangat menekankan pentingnya akomondasi hak setiap kebudayaan dan masyarakat dan sub-nasional untuk memlihara dan mempertahankan indentitas kebudayaan dan masyarakat nasional.Perspektif dan Tujuan Pendidikan Multikultural Robinson menyampaikan bahwa ada tiga perspektif multikulturalsme di dalam system pendidikan:
1.      perspektif cultural assimilation,
2.       perspektif cultural pluralisme
3.      perspektif cultural synthesis.
            Pilihan perspektif pendidikan sintesis multikultural memiliki rasional yang paling dasar di dalam hakekat tujuan suatu pendidikan multikultural, yang dapat diindentifikasikan memalui tiga tujuan yaitu atitudinal, kognitif, dan intruksional.  Implementasi Pendidikan Multikultural  Banks mengemukakan empat pendekatan yang mengintegrasikan materi pendidikan multikultural ke dalam kurikulum maupun pembelajaran di sekolah yang bila dicermati relevan untuk diimplekasikan diIndonesia.
1.      PendekatanKontribusi(thecontributionsApproach)
2.      PendekatanAditif(theAditifApproach)
3.      PendekatanTransformasi(thetransformationApproach)
4.       Pendekatan Aksi Sosial ( the Social Action Approach)
C.    SEJARAH BERKEMBANGNYA PENDIDIKAN MULTIKULTURALISME
            Pendidikan Multibudaya dalam Ensiklopedi Ilmu-Ilmu Sosial (Kuper, 2000) dimulai sebagai gerakan reformasi pendidikan di AS selama perjuangan hak-hak kaum sipil Amerika keturunan Afrika pada tahun 1960-an dan 1970-an. Perubahan kemasyarakatan yang mendasar seperti integrasi sekolah-sekolah negeri dan peningkatan populasi imigran telah memberikan dampak yang besar atas lembaga-lembaga pendidikan. Pada saat para pendidik berjuang untuk menjelaskan tingkat kegagalan dan putus sekolah murid-murid dari etnis marginal, beberapa orang berpendapat bahwa murid-murid tersebut tidak memiliki pengetahuan budaya yang memadai untuk mencapai keberhasilan akademik. Banks (1993) telah mendiskripsikan evolusi pendidikan multibudaya dalam empat fase. Yang pertama, ada upaya untuk mempersatukan kajian-kajian etnis pada setiap kurikulum. Kedua, hal ini diikuti oleh pendidikan multietnis sebagai usaha untuk menerapkan persamaan pendidikan melalui reformasi keseluruhan sistem pendidikan. Yang ketiga, kelompok-kelompok marginal yang lain, seperti perempuan, orang cacat, homo dan lesbian, mulai menuntut perubahan-perubahan mendasar dalam lembaga pendidikan. Fase keempat perkembangan teori, triset dan praktek, perhatian pada hubungan antar-ras, kelamin, dan kelas telah menghasilkan tujuan bersama bagi kebanyakan ahli teoritisi, jika bukan para praktisi, dari pendidikan multibudaya. Gerakan reformasi mengupayakan transformasi proses pendidikan dan lembaga-lembaga pendidikan pada semua tingkatan sehingga semua murid, apapun ras atau etnis, kecacatan, jenis kelamin, kelas sosial dan orientasi seksualnya akan menikmati kesempatan yang sama untuk menikmati pendidikan. Nieto (1992) menyebutkan bahwa pendidikan multibudaya bertujuan untuk sebuah pendidikan yang bersifat anti rasis; yang memperhatikan ketrampilan-ketrampilan dan pengetahuan dasar bagi warga dunia; yang penting bagi semua murid; yang menembus seluruh aspek sistem pendidikan; mengembangkan sikap, pengetahuan, dan ketrampilan yang memungkinkan murid bekerja bagi keadilan sosial; yang merupakan proses dimana pengajar dan murid bersama-sama mempelajari pentingnya variabel budaya bagi keberhasilan akademik; dan menerapkan ilmu pendidikan yang kritis yang memberi perhatian pada bangun pengetahuan sosial dan membantu murid untuk mengembangkan ketrampilan dalam membuat keputusan dan tindakan sosial. Wacana multikulturalisme untuk konteks di Indonesia menemukan momentumnya ketika sistem nasional yang otoriter-militeristik tumbang seiring dengan jatuhnya rezim Soeharto. Saat itu, keadaan negara menjadi kacau balau dengan berbagai konflik antarsuku bangsa dan antar golongan, yang menimbulkan keterkejutan dan kengerian para anggota masyarakat. Kondisi yang demikian membuat berbagai pihak semakin mempertanyakan kembali sistem nasional seperti apa yang cocok bagi Indonesia yang sedang berubah, serta sistem apa yang bisa membuat masyarakat Indonesia bisa hidup damai dengan meminimalisir potensi konflik. Menurut Sosiolog UI Parsudi Suparlan, Multikulturalisme adalah konsep yang mampu menjawab tantangan perubahan zaman dengan alasan multikulturalisme merupakan sebuah idiologi yang mengagungkan perbedaaan budaya, atau sebuah keyakinan yang mengakui dan mendorong terwujudnya pluralisme budaya sebagai corak kehidupan masyarakat. Multikulturalisme akan menjadi pengikat dan jembatan yang mengakomodasi perbedaan-perbedaan termasuk perbedaan kesukubangsaan dan suku bangsa dalam masyarakat yang multikultural. Perbedaan itu dapat terwadahi di tempat-tempat umum, tempat kerja dan pasar, dan sistem nasional dalam hal kesetaraan derajat secara politik, hukum, ekonomi, dan sosial.
D.    IMPLEMENTASI DALAM DUNIA PENDIDIKAN
Uraian sebelumnya telah mempertebal keyakinan kita betapa paradigma pendidikan multikulturalisme sangat bermanfaat untuk membangun kohesifitas, soliditas dan intimitas di antara keragamannya etnik, ras, agama, budaya dan kebutuhan di antara kita. Paparan di atas juga memberi dorongan dan spirit bagi lembaga pendidikan nasional untuk mau menanamkan sikap kepada peserta didik untuk menghargai orang, budaya, agama, dan keyakinan lain. Harapannya, dengan implementasi pendidikan yang berwawasan multikultural, akan membantu siswa mengerti, menerima dan menghargai orang lain yang berbeda suku, budaya dan nilai kepribadian. Lewat penanaman semangat multikulturalisme di sekolah-sekolah, akan menjadi medium pelatihan dan penyadaran bagi generasi muda untuk menerima perbedaan budaya, agama, ras, etnis dan kebutuhan di antara sesama dan mau hidup bersama secara damai. Agar proses ini berjalan sesuai harapan, maka seyogyanya kita mau menerima jika pendidikan multikultural disosialisasikan dan didiseminasikan melalui lembaga pendidikan, serta, jika mungkin, ditetapkan sebagai bagian dari kurikulum pendidikan di berbagai jenjang baik di lembaga pendidikan pemerintah maupun swasta. Apalagi, paradigma multikultural secara implisit juga menjadi salah satu concern dari Pasal 4 UU N0. 20 Tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional. Dalam pasal itu dijelaskan, bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis, tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi HAM, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa. Pada konteks ini dapat dikatakan, tujuan utama dari pendidikan multikultural adalah untuk menanamkan sikap simpati, respek, apresiasi, dan empati terhadap penganut agama dan budaya yang berbeda. Lebih jauh lagi, penganut agama dan budaya yang berbeda dapat belajar untuk melawan atau setidaknya tidak setuju dengan ketidak-toleranan (l’intorelable) seperti inkuisisi (pengadilan negara atas sah-tidaknya teologi atau ideologi), perang agama, diskriminasi, dan hegemoni budaya di tengah kultur monolitik dan uniformitas global. Dalam sejarahnya, pendidikan multikultural sebagai sebuah konsep atau pemikiran tidak muncul dalam ruangan kosong, namun ada interes politik, sosial, ekonomi dan intelektual yang mendorong kemunculannya. Wacana pendidikan multikultural pada awalnya sangat bias Amerika karena punya akar sejarah dengan gerakan hak asasi manusia (HAM) dari berbagai kelompok yang tertindas di negeri tersebut. Banyak lacakan sejarah atau asal-usul pendidikan multikultural yang merujuk pada gerakan sosial Orang Amerika keturunan Afrika dan kelompok kulit berwarna lain yang mengalami praktik diskrinunasi di lembaga-lembaga publik pada masa perjuangan hak asasi pada tahun 1960-an. Di antara lembaga yang secara khusus disorot karena bermusuhan dengan ide persamaan ras pada saat itu adalah lembaga pendidikan. Pada akhir 1960-an dan awal 1970-an, suara-suara yang menuntut lembaga-lembaga pendidikan agar konsisten dalam menerima dan menghargai perbedaan semakin kencang, yang dikumandangkan oleh para aktivis, para tokoh dan orang tua. Mereka menuntut adanya persamaan kesempatan di bidang pekerjaan dan pendidikan. Momentum inilah yang dianggap sebagai awal mula dari konseptualisasi pendidikan multikultural.
Tahun 1980-an agaknya yang dianggap sebagai kemunculan lembaga sekolah yang berlandaskan pendidikan multikultural yang didirikan oleh para peneliti dan aktivis pendidikan progresif. James Bank adalah salah seorang pioner dari pendidikan multikultural. Dia yang membumikan konsep pendidikan multikultural menjadi ide persamaan pendidikan. Pada pertengahan dan akhir 1980-an, muncul kelompok sarjana, di antaranya Carl Grant, Christine Sleeter, Geneva Gay dan Sonia Nieto yang memberikan wawasan lebih luas soal pendidikan multikultural, memperdalam kerangka kerja yang membumikan ide persamaan pendidikan dan menghubungkannya dengan transformasi dan perubahan sosial. Didorong oleh tuntutan warga Amerika keturunan Afrika, Latin/Hispanic, warga pribumi dan kelompok marjinal lain terhadap persamaan kesempatan pendidikan serta didorong oleh usaha komunitas pendidikan profesional untuk memberikan solusi terhadap masalah pertentangan ras dan rendahnya prestasi kaum minoritas di sekolah menjadikan pendidikan multikultural sebagai slogan yang sangat populer pada tahun 1990-an. Selama dua dekade konsep pendidikan multikultural menjadi slogan yang sangat populer di sekolah-sekolah AS. Secara umum, konsep ini diterima sebagai strategi penting dalam mengembangkan toleransi dan sensitivitas terhadap sejarah dan budaya dari kelompok etnis yang beraneka macam di Negara ini.Ide pendidikan multikulturalisme akhirnya menjadi komitmen global sebagaimana direkomendasi UNESCO pada bulan Oktober 1994 di Jenewa. Rekomendasi itu di antaranya memuat empat pesan. Pertama, pendidikan hendaknya mengembangkan kemampuan untuk mengakui dan menerima nilai-nilai yang ada dalam kebhinnekaan pribadi, jenis kelamin, masyarakat dan budaya serta mengembangkan kemampuan untuk berkomunikasi, berbagi dan bekerja sama dengan yang lain. Kedua, pendidikan hendaknya meneguhkan jati diri dan mendorong konvergensi gagasan dan penyelesaian-penyelesaian yang memperkokoh perdamaian, persaudaraan dan solidaritas antara pribadi dan masyarakat. Ketiga, pendidikan hendaknya meningkatkan kemampuan menyelesaikan konflik secara damai dan tanpa kekerasan. Karena itu, pendidikan hendaknya juga meningkatkan pengembangan kedamaian dalam diri diri pikiran peserta didik sehingga dengan demikian mereka mampu membangun secara lebih kokoh kualitas toleransi, kesabaran, kemauan untuk berbagi dan memelihara. Konsep pendidikan multikultural dalam perjalanannya menyebar luas ke kawasan di luar AS, khususnya di negara-negara yang memiliki keragaman etnis, ras, agama dan budaya seperti Indonesia. Sekarang ini, pendidikan multikultural secara umum mencakup ide pluralisme budaya. Tema umum yang dibahas meliputi pemahaman budaya, penghargaan budaya dari kelompok yang beragam dan persiapan untuk hidup dalam masyarakat pluralistik. Pada konteks Indonesia, perbincangan tentang konsep pendidikan multikultural semakin memperoleh momentum pasca runtuhnya rezim otoriter-militeristik Orde Baru karena hempasan badai reformasi. Era reformasi ternyata tidak hanya membawa berkah bagi bangsa kita namun juga memberi peluang meningkatnya kecenderungan primordialisme. Untuk itu, dirasakan kita perlu menerapkan paradigma pendidikan multikultur untuk menangkal semangat primordialisme tersebut. Secara generik, pendidikan multikultural memang sebuah konsep yang dibuat dengan tujuan untuk menciptakan persamaan peluang pendidikan bagi semua siswa yang berbeda-beda ras, etnis, kelas sosial dan kelompok budaya. Salah satu tujuan penting dari konsep pendidikan multikultural adalah untuk membantu semua siswa agar memperoleh pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang diperlukan dalam menjalankan peran-peran seefektif mungkin pada masyarakat demokrasi-pluralistik serta diperlukan untuk berinteraksi, negosiasi, dan komunikasi dengan warga dari kelompok beragam agar tercipta sebuah tatanan masyarakat bermoral yang berjalan untuk kebaikan bersama. Dalam implementasinya, paradigma pendidikan multikultural dituntut untuk berpegang pada prinsip-prinsip beriku ini:
1.      Pendidikan multikultural harus menawarkan beragam kurikulum yang merepresentasikan pandangan dan perspektif banyak orang.
2.      Pendidikan multikultural harus didasarkan pada asumsi bahwa tidak ada penafsiran tunggal terhadap kebenaran sejarah.
3.      Kurikulum dicapai sesuai dengan penekanan analisis komparatif dengan sudut pandang kebudayaan yang berbeda-beda.
4.      Pendidikan multikultural harus mendukung prinsip-prinisip pokok dalam memberantas pandangan klise tentang ras budaya dan agama.
Pendidikan multikultural mencerminkan keseimbangan antara pemahaman persamaan dan perbedaan budaya mendorong individu untuk mempertahankan dan memperluas wawasan budaya dan kebudayaan mereka sendiri. Beberapa aspek yang menjadi kunci dalam melaksanakan pendidikan multikultural dalam struktur sekolah adalah tidak adanya kebijakan yang menghambat toleransi, termasuk tidak adanya penghinaan terhadap ras
etnis dan jenis kelamin. Juga, harus menumbuhkan kepekaan terhadap perbedaan budaya, di antaranya mencakup pakaian, musik dan makanan kesukaan. Selain itu, juga memberikan kebebasan bagi anak dalam merayakan hari-hari besar umat beragama serta memperkokoh sikap anak agar merasa butuh terlibat dalam pengambilan keputusan secara demokratis.
Pendidikan multikultural sebagai wacana baru di Indonesia dapat diimplementasikan tidak hanya melalui pendidikan formal namun juga dapat di implementasikan dalam kehidupan masyarakat maupun dalam keluarga. Dalam pendidikan formal pendidikan multikultural ini dapat diintegrasikan dalam sistem pendidikan melalui kurikulum mulai Pendidikan Usia Dini, SD, SLTP, SMU maupun Perguruan Tinggi. Sebagai wacana baru, Pendidikan Multikultural ini tidak harus dirancang khusus sebagai muatan substansi tersendiri, namun dapat diintegrasikan dalam kurikulum yang sudah ada tentu saja melalui bahan ajar atau model pembelajaran yang paling memungkinkan diterapkannya pendidikan multikultural ini. Di Perguruan Tinggi misalnya, dari segi substansi, pendidikan multikultural ini dapat dinitegrasikan dalam kurikulum yang berperspektif multikultural, misalnya melalui mata kuliah umum seperti Kewarganegaraan, ISBD, Agama dan Bahasa. Demikian juga pada tingkat sekolah Usia Dini dapat diintegrasikan dalam kurikulum pendidikan misalnya dalam Out Bond Program, dan pada tingkat SD, SLTP maupun Sekolah menengah pendidikan multikultural ini dapat diintegrasikan dalam bahan ajar seperti PPKn, Agama, Sosiologi dan Antropologi, dan dapat melalui model pembelajaran yang lain seperti melalui kelompok diskusi, kegiatan ekstrakurikuler dan sebagainya.
PENUTUP
Pendidikan multikultural merupakan wadah baru bagi indonesia khususnya, bagi pendidikan formal umumnya bagi masyarakat indonesia guna untuk menghindari konflik yang terjadi di dalam masyarakat seperti yang terjadi di ambon pada beberapa waktu yang lalu dan sampai hari ini masih sering kita dengar konflik yang terjadi antar suku,ras,budaya dan sebagainya.
Pendidikan multikultural dapat diimplementasikan dalam kehidupan masyarakat maupun keluarga,dalam pendidikan formal misalnya pendidikan dapat diintegrasikan melalui metode kurikulum mulai dari pendidikan anak usia dini (PAUD),SD,SMP,SMA hingga keperguruan tinggi.
Sebagai wacana baru,pendidikan multikultural ini tidak harus dirancang dengan substansi yang  khusus,namun dapat diintregrasikan dalam kurikulum yang sudah ada tentunya melalui bahan ajar atau model pembelajaran yang paling memungkinkan untuk diterapkan dalam pendidikan multikultural,di lembaga pendidikan formal misalnya dari segi substansi, pendidikan multikultural ini dapat dinitegrasikan dalam kurikulum yang berperspektif multikultural,seperti sosiologi,pendidikan pancasila dan kewarganegaraa(ppkn),pendidikan agama,antropologi,ISBD,bahasa dan sebgainya.
Dalam Pendidikan non formal wacana ini dapat disosialisasikan melalui pelatihan-pelatihan dengan model pembelajaran yang responsive multikultural dengan mengedepankan penghormatan terhadap perbedaan baik ras suku, maupun agama antar anggota masyarakat.
Tak kalah penting wacana pendidikan multikultural ini dapat diimplementasikan dalam kehidupan keluarga. Di mana keluarga sebagai institusi sosial terkecil dalam masyarakat, merupakan media pembelajaran yang paling efektif dalam proses internalisasi dan, serta sosialisasi terhadap anggota keluarga. Peran orangtua dalam menanamkan nilai-nilai yang lebih responsive, multikultural dengan mengedepankan penghormatan dan pengakuan terhadap perbedaan yang ada di sekitar lingkungannya (agama, ras, golongan) terhadap anak atau anggota keluarga yang lain merupakan cara yang paling efektif dan elegan untuk mendukung terciptanya sistem sosial yang lebih berkeadilan sehingga tidak memicu konflik sosial.
1.      TOKOH PERKEMBANGAN MULTUKULTURALISME

Ada banyak para ahli sehingga Raymond wiliams menyatakan bahwa istilah “culture” merupakan salah satu istilah yang paling sulit didefinisikan  didalam kamus bahasa inggris.
Multukulturalisme meliputi sebuah pemahaman, penghajaan, dan penilaian atas budaya seseorang, serta sebuah penghormatan dengan keingintahuan  tentang budaya etnis lain.
Sedangkan bagi  H. A.R. Tilaar, multikulturalisme  merupakan “upaya untuk  untuk menggalipotensi budaya sebagai kapitalis yang dapat  membawa suatu komunitas dalam menghadapi resiko.
Namun mulikulturalisme bukan merupakan cara pandang yang menyamakan kebenaran- kebenaran local, tetapi justru mencoba membantu pihak- pihak yang saling berbeda untuk membangun sikap saling menghormati, agar tercipta perdamaian dan dengan demikian kesejahteraan dapat dinikmati oleh seluruh umat manusia.
Ada 5 jenis multikulturalisme
1.      Multikulturalisme isolasionis : mengacu pada visi masyarakat sebagai tempat kelompok- kelompok budaya yang berbeda, menjalani  hidup mandiri dengan cara terlibat dalam saling interaksi minimal sebagai syarat yang nicaya untuk hidup bersama.
2.      Multukulturalisme akomadati: megacu pada visi masyarakat yang berumpu pada satu budaya dominan, dengan penyesuaian-penyesuaian  pengaturan  pada saat untuk kebutuhan budaya minoris.
3.      Multukuturalisme mandiri:  mengacu pada visi masyarakat dimana kelompok- kelompok budaya besar mencari kesetaraan dengan budaya yang dominan dan bertjuan menempuh hiup mandiri dalam kerangka politik kolektif yang  dapat diterima.
4.      Multukultralsme kritis atau interaktif merujuk pada asyarakat sebagai tempat kelompok- kelompok cultural kurang peduli untuk menempuh hidup mandiri.
5.      Multukulturalisme cosmopolitan: mengacu pada visi masyarakat ang berusaha menerobos ikatan- ikatan kuntural dengan membuka peluang bagi para individu yang kini tidak terikat pada budaya khusus, bebas bergiat dalam eksprimen- eksprimen antarkultur dan mengembangan
satu budaya  milik mereka sendiri.

2.MASYARAKAT MULTUKULTURAL
Masyarakat multukultural merupakan sikap yang terbuka pada perbedaan.Dengan kata lain sikap yang seharusnya mendasari masyarakat multukuluralisme adalah sikap rendah hati (mau menerima kenyataan), ntuk itu kita peerlu membagikan sikap hormat akan keunikan masing- masing pribadi atau kelompok tanpa membedakan entah atas dasar  gender, aganma dan etnis.
a. Multikultural
Pendidikan Multikultural dan Perilaku Bangsa Nieto mengatakan penting sekali kajian tentang budaya yang dapat mempengaruhi kegitan belajar agar mendapatkan prestasi belajar  yang baik. Jika dilihat dari kehidupan yang multicultural, pemahaman yang berdimensi multicultural harus hadir untuk memperluas wacana pemikiran yang selama ini masih mempertahankan egoisme, kebudayaan, agama, kelompok. Menjaga prulalitas kebudayaan atau keragaman budaya merupakan interaksi sosial dan politik antara orang-orang yang berbeda cara hidup dan berpikir dalam suatu masyarakat. Karena hal ini akan menolak kefanatikan terhadap kebudayaan lain. Tujuan utamanya adalah untuk mengubah struktur lembaga pendidikan supaya siswa dengan bermacam-macam latar belakang akan memiliki kesempatan dalam meningkatkan pendidikannya.
Howard mengatakan bahwa pendidikan multikultural memberi kompetensi multiultural. Dahulu siswa diawal itu selalu dengan adanya pengaruh dari budayanya masing-masing. Oleh karena itu maka, perlunya sosialisasi tentang pendidikan multikultural sejak dini. Dengan begitu maka masyrakat akan biasa memahami adanya perbedaaan kebudayaan atau kultur antar sesama masyarakat Indonesia. Karena ini akan berdampak pada usage, folkways, mores, dan costums.  Musa Asya’rie pendidikan multikultural bermakna sebagai proses pendidikan cara menghormati, tulus, toleran terhadap kebudayaan lainnya.  Fay mengemukakan multikulturalisme menunjukkan suatu yang krusial dalam dunia kontemporer. Dalam dunia multikultural harus mementingkan adanya perbedaaan antar satu dengan yang lainnya.  Banks pendidikan multikultural merupakan suatu rangkaian kepercayaaan dan penjelasan yang mengakaui dan menilai pentingnya keragaman budaya dan etnis di dalam membentuk gaya hidup, pengalamn sosial, indentitas pribadi, kesempatan pendidikan bagi individu.
Perkembangan Multikultural di AS dan Luar AS Pendidikan multikultural, di sini sudah berkembang sejak lama. Dengan strategi pendidikan multikultural adalah pengembangan dari studi interkultural dan multikulturalisme.  Akan tetapi perkembangannya itu merupakan tujuan politis ini menipis dan bahkan hilang sama sekali. Karena bersifat humanism, demokratis. Selanjutnya pendidikan multikultural ini justru menjadi motor penggerak dan untuk diterapkan di kampus, sekolah-sekolah dan institusi-institusi pendidikan. Perkembangannya pun semakin baik pada tahun 1960 an yang pertama kali di ungkapkan oleh Banks.  Pada saat itu, perkembangan pendidikan multicultural lebih pada kulit putih di AS dan didiskriminasi oleh kulit hitam. Pendidikan multikultural sekarang berkembang di dalam masyarakat Amerika bersifat antarbudaya etnis yang besar, yaitu budaya antarbangsa.
Terdapat empat jenis dan perkembangann pendidikan multikultural di Amerika yaitu :
(1). Pendidikan yang bersifat segregasi yang memberikan hak berbeda antara kulit putih dan kulit hitam;
(2) pendidikan menurut konsep Salad Bowl
(3) konsep melting pot
(4) pendidikan multikultural melahirkan suatu pedagogik.  Inggris, pendidikan multikultural
berkembang berjalan sesuia dengan datangnya para imigran, yang mendapat perlakukan diskriminatif oleh pemerintah dan kaum mayoritas. Sehingga muncul gerakan yang berlatarbelakang budaya.
Pendidikan Multikultural di Indonesia Kondisi masyarakat Indonesia sangat beragam dan masyarakatnya pun tinggal di wilayah yang berbeda-beda yang dipisahkan dengan jarak yang sangat jauh. Sehingga untuk mengakses dari berbagai konsep pendidikan pun akan terhambat. Apalagi ditambah dengan konsep pemerintahan yang masih kurang dan membutuhkan pemberian konsep dalam pembaharuan dari pemerintahan yang belum tersuswun dengan baik. Pendidikan multikultural sangat menekankan pentingnya akomondasi hak setiap kebudayaan dan masyarakat dan sub-nasional untuk memlihara dan mempertahankan indentitas kebudayaan dan masyarakat nasional.
Perspektif dan Tujuan Pendidikan Multikultural Robinson menyampaikan bahwa ada tiga perspektif multikulturalsme di dalam system pendidikan:
(1) perspektif cultural assimilation,
(2) perspektif cultural pluralisme
(3) perspektif cultural synthesis.
Pilihan perspektif pendidikan sintesis multikultural memiliki rasional yang paling dasar di dalam hakekat tujuan suatu pendidikan multikultural, yang dapat diindentifikasikan memalui tiga tujuan yaitu atitudinal, kognitif, dan intruksional.  Implementasi Pendidikan Multikultural  Banks mengemukakan empat pendekatan yang mengintegrasikan materi pendidikan multikultural ke dalam kurikulum maupun pembelajaran di sekolah yang bila dicermati relevan untuk diimplekaskan di Indonesia.
1.Pendekatan Kontribusi (the contributions Approach )
2. Pendekatan Aditif ( the Aditif Approach)
3. Pendekatan Transformasi ( the transformation Approach)
4. Pendekatan Aksi Sosial ( the Social Action Approach)

3.Perfektif Tentang Pendidikan Multikultural
Pendidikan Multibudaya dalam Ensiklopedi Ilmu-Ilmu Sosial (Kuper, 2000) dimulai sebagai gerakan reformasi pendidikan di AS selama perjuangan hak-hak kaum sipil Amerika keturunan Afrika pada tahun 1960-an dan 1970-an. Perubahan kemasyarakatan yang mendasar seperti integrasi sekolah-sekolah negeri dan peningkatan populasi imigran telah memberikan dampak yang besar atas lembaga-lembaga pendidikan. Pada saat para pendidik berjuang untuk menjelaskan tingkat kegagalan dan putus sekolah murid-murid dari etnis marginal, beberapa orang berpendapat bahwa murid-murid tersebut tidak memiliki pengetahuan budaya yang memadai untuk mencapai keberhasilan akademik. Banks (1993) telah mendiskripsikan evolusi pendidikan multibudaya dalam empat fase. Yang pertama, ada upaya untuk mempersatukan kajian-kajian etnis pada setiap kurikulum. Kedua, hal ini diikuti oleh pendidikan multietnis sebagai usaha untuk menerapkan persamaan pendidikan melalui reformasi keseluruhan sistem pendidikan. Yang ketiga, kelompok-kelompok marginal yang lain, seperti perempuan, orang cacat, homo dan lesbian, mulai menuntut perubahan-perubahan mendasar dalam lembaga pendidikan. Fase keempat perkembangan teori, triset dan praktek, perhatian pada hubungan antar-ras, kelamin, dan kelas telah menghasilkan tujuan bersama bagi kebanyakan ahli teoritisi, jika bukan para praktisi, dari pendidikan multibudaya. Gerakan reformasi mengupayakan transformasi proses pendidikan dan lembaga-lembaga pendidikan pada semua tingkatan sehingga semua murid, apapun ras atau etnis, kecacatan, jenis kelamin, kelas sosial dan orientasi seksualnya akan menikmati kesempatan yang sama untuk menikmati pendidikan. Nieto (1992) menyebutkan bahwa pendidikan multibudaya bertujuan untuk sebuah pendidikan yang bersifat anti rasis; yang memperhatikan ketrampilan-ketrampilan dan pengetahuan dasar bagi warga dunia; yang penting bagi semua murid; yang menembus seluruh aspek sistem pendidikan; mengembangkan sikap, pengetahuan, dan ketrampilan yang memungkinkan murid bekerja bagi keadilan sosial; yang merupakan proses dimana pengajar dan murid bersama-sama mempelajari pentingnya variabel budaya bagi keberhasilan akademik; dan menerapkan ilmu pendidikan yang kritis yang memberi perhatian pada bangun pengetahuan sosial dan membantu murid untuk mengembangkan ketrampilan dalam membuat keputusan dan tindakan sosial. Wacana multikulturalisme untuk konteks di Indonesia menemukan momentumnya ketika sistem nasional yang otoriter-militeristik tumbang seiring dengan jatuhnya rezim Soeharto. Saat itu, keadaan negara menjadi kacau balau dengan berbagai konflik antarsuku bangsa dan antar golongan, yang menimbulkan keterkejutan dan kengerian para anggota masyarakat. Kondisi yang demikian membuat berbagai pihak semakin mempertanyakan kembali sistem nasional seperti apa yang cocok bagi Indonesia yang sedang berubah, serta sistem apa yang bisa membuat masyarakat Indonesia bisa hidup damai dengan meminimalisir potensi konflik. Menurut Sosiolog UI Parsudi Suparlan, Multikulturalisme adalah konsep yang mampu menjawab tantangan perubahan zaman dengan alasan multikulturalisme merupakan sebuah idiologi yang mengagungkan perbedaaan budaya, atau sebuah keyakinan yang mengakui dan mendorong terwujudnya pluralisme budaya sebagai corak kehidupan masyarakat. Multikulturalisme akan menjadi pengikat dan jembatan yang mengakomodasi perbedaan-perbedaan termasuk perbedaan kesukubangsaan dan suku bangsa dalam masyarakat yang multikultural. Perbedaan itu dapat terwadahi di tempat-tempat umum, tempat kerja dan pasar, dan sistem nasional dalam hal kesetaraan derajat secara politik, hukum, ekonomi, dan sosial.






4. Implementasi Dalam Dunia Pendidikan
Uraian sebelumnya telah mempertebal keyakinan kita betapa paradigma pendidikan multikulturalisme sangat bermanfaat untuk membangun kohesifitas, soliditas dan intimitas di antara keragamannya etnik, ras, agama, budaya dan kebutuhan di antara kita. Paparan di atas juga memberi dorongan dan spirit bagi lembaga pendidikan nasional untuk mau menanamkan sikap kepada peserta didik untuk menghargai orang, budaya, agama, dan keyakinan lain. Harapannya, dengan implementasi pendidikan yang berwawasan multikultural, akan membantu siswa mengerti, menerima dan menghargai orang lain yang berbeda suku, budaya dan nilai kepribadian. Lewat penanaman semangat multikulturalisme di sekolah-sekolah, akan menjadi medium pelatihan dan penyadaran bagi generasi muda untuk menerima perbedaan budaya, agama, ras, etnis dan kebutuhan di antara sesama dan mau hidup bersama secara damai. Agar proses ini berjalan sesuai harapan, maka seyogyanya kita mau menerima jika pendidikan multikultural disosialisasikan dan didiseminasikan melalui lembaga pendidikan, serta, jika mungkin, ditetapkan sebagai bagian dari kurikulum pendidikan di berbagai jenjang baik di lembaga pendidikan pemerintah maupun swasta. Apalagi, paradigma multikultural secara implisit juga menjadi salah satu concern dari Pasal 4 UU N0. 20 Tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional. Dalam pasal itu dijelaskan, bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis, tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi HAM, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa. Pada konteks ini dapat dikatakan, tujuan utama dari pendidikan multikultural adalah untuk menanamkan sikap simpati, respek, apresiasi, dan empati terhadap penganut agama dan budaya yang berbeda. Lebih jauh lagi, penganut agama dan budaya yang berbeda dapat belajar untuk melawan atau setidaknya tidak setuju dengan ketidak-toleranan (l’intorelable) seperti inkuisisi (pengadilan negara atas sah-tidaknya teologi atau ideologi), perang agama, diskriminasi, dan hegemoni budaya di tengah kultur monolitik dan uniformitas global. Dalam sejarahnya, pendidikan multikultural sebagai sebuah konsep atau pemikiran tidak muncul dalam ruangan kosong, namun ada interes politik, sosial, ekonomi dan intelektual yang mendorong kemunculannya. Wacana pendidikan multikultural pada awalnya sangat bias Amerika karena punya akar sejarah dengan gerakan hak asasi manusia (HAM) dari berbagai kelompok yang tertindas di negeri tersebut. Banyak lacakan sejarah atau asal-usul pendidikan multikultural yang merujuk pada gerakan sosial Orang Amerika keturunan Afrika dan kelompok kulit berwarna lain yang mengalami praktik diskrinunasi di lembaga-lembaga publik pada masa perjuangan hak asasi pada tahun 1960-an. Di antara lembaga yang secara khusus disorot karena bermusuhan dengan ide persamaan ras pada saat itu adalah lembaga pendidikan. Pada akhir 1960-an dan awal 1970-an, suara-suara yang menuntut lembaga-lembaga pendidikan agar konsisten dalam menerima dan menghargai perbedaan semakin kencang, yang dikumandangkan oleh para aktivis, para tokoh dan orang tua. Mereka menuntut adanya persamaan kesempatan di bidang pekerjaan dan pendidikan. Momentum inilah yang dianggap sebagai awal mula dari konseptualisasi pendidikan multikultural.
Tahun 1980-an agaknya yang dianggap sebagai kemunculan lembaga sekolah yang berlandaskan pendidikan multikultural yang didirikan oleh para peneliti dan aktivis pendidikan progresif. James Bank adalah salah seorang pioner dari pendidikan multikultural. Dia yang membumikan konsep pendidikan multikultural menjadi ide persamaan pendidikan. Pada pertengahan dan akhir 1980-an, muncul kelompok sarjana, di antaranya Carl Grant, Christine Sleeter, Geneva Gay dan Sonia Nieto yang memberikan wawasan lebih luas soal pendidikan multikultural, memperdalam kerangka kerja yang membumikan ide persamaan pendidikan dan
menghubungkannya dengan transformasi dan perubahan sosial. Didorong oleh tuntutan warga Amerika keturunan Afrika, Latin/Hispanic, warga pribumi dan kelompok marjinal lain terhadap persamaan kesempatan pendidikan serta didorong oleh usaha komunitas pendidikan profesional untuk memberikan solusi terhadap masalah pertentangan ras dan rendahnya prestasi kaum minoritas di sekolah menjadikan pendidikan multikultural sebagai slogan yang sangat populer pada tahun 1990-an. Selama dua dekade konsep pendidikan multikultural menjadi slogan yang sangat populer di sekolah-sekolah AS. Secara umum, konsep ini diterima sebagai strategi penting dalam mengembangkan toleransi dan sensitivitas terhadap sejarah dan budaya dari kelompok etnis yang beraneka macam di Negara ini.Ide pendidikan multikulturalisme akhirnya menjadi komitmen global sebagaimana direkomendasi UNESCO pada bulan Oktober 1994 di Jenewa. Rekomendasi itu di antaranya memuat empat pesan. Pertama, pendidikan hendaknya mengembangkan kemampuan untuk mengakui dan menerima nilai-nilai yang ada dalam kebhinnekaan pribadi, jenis kelamin, masyarakat dan budaya serta mengembangkan kemampuan untuk berkomunikasi, berbagi dan bekerja sama dengan yang lain. Kedua, pendidikan hendaknya meneguhkan jati diri dan mendorong konvergensi gagasan dan penyelesaian-penyelesaian yang memperkokoh perdamaian, persaudaraan dan solidaritas antara pribadi dan masyarakat. Ketiga, pendidikan hendaknya meningkatkan kemampuan menyelesaikan konflik secara damai dan tanpa kekerasan. Karena itu, pendidikan hendaknya juga meningkatkan pengembangan kedamaian dalam diri diri pikiran peserta didik sehingga dengan demikian mereka mampu membangun secara lebih kokoh kualitas toleransi, kesabaran, kemauan untuk berbagi dan memelihara. Konsep pendidikan multikultural dalam perjalanannya menyebar luas ke kawasan di luar AS, khususnya di negara-negara yang memiliki keragaman etnis, ras, agama dan budaya seperti Indonesia. Sekarang ini, pendidikan multikultural secara umum mencakup ide pluralisme budaya. Tema umum yang dibahas meliputi pemahaman budaya, penghargaan budaya dari kelompok yang beragam dan persiapan untuk hidup dalam masyarakat pluralistik. Pada konteks Indonesia, perbincangan tentang konsep pendidikan multikultural semakin memperoleh momentum pasca runtuhnya rezim otoriter-militeristik Orde Baru karena hempasan badai reformasi. Era reformasi ternyata tidak hanya membawa berkah bagi bangsa kita namun juga memberi peluang meningkatnya kecenderungan primordialisme. Untuk itu, dirasakan kita perlu menerapkan paradigma pendidikan multikultur untuk menangkal semangat primordialisme tersebut. Secara generik, pendidikan multikultural memang sebuah konsep yang dibuat dengan tujuan untuk menciptakan persamaan peluang pendidikan bagi semua siswa yang berbeda-beda ras, etnis, kelas sosial dan kelompok budaya. Salah satu tujuan penting dari konsep pendidikan multikultural adalah untuk membantu semua siswa agar memperoleh pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang diperlukan dalam menjalankan peran-peran seefektif mungkin pada masyarakat demokrasi-pluralistik serta diperlukan untuk berinteraksi, negosiasi, dan komunikasi dengan warga dari kelompok beragam agar tercipta sebuah tatanan masyarakat bermoral yang berjalan untuk kebaikan bersama. Dalam implementasinya, paradigma pendidikan multikultural dituntut untuk berpegang pada prinsip-prinsip beriku ini:
• Pendidikan multikultural harus menawarkan beragam kurikulum yang merepresentasikan pandangan dan perspektif banyak orang.
• Pendidikan multikultural harus didasarkan pada asumsi bahwa tidak ada penafsiran tunggal terhadap kebenaran sejarah.
• Kurikulum dicapai sesuai dengan penekanan analisis komparatif dengan sudut pandang kebudayaan yang berbeda-beda.
• Pendidikan multikultural harus mendukung prinsip-prinisip pokok dalam memberantas pandangan klise tentang ras budaya dan agama.
Pendidikan multikultural mencerminkan keseimbangan antara pemahaman persamaan dan perbedaan budaya mendorong individu untuk mempertahankan dan memperluas wawasan budaya dan kebudayaan mereka sendiri. Beberapa aspek yang menjadi kunci dalam melaksanakan pendidikan multikultural dalam struktur sekolah adalah tidak adanya kebijakan yang menghambat toleransi, termasuk tidak adanya penghinaan terhadap ras, etnis dan jenis kelamin. Juga, harus menumbuhkan kepekaan terhadap perbedaan budaya, di antaranya mencakup pakaian, musik dan makanan kesukaan. Selain itu, juga memberikan kebebasan bagi anak dalam merayakan hari-hari besar umat beragama serta memperkokoh sikap anak agar merasa butuh terlibat dalam pengambilan keputusan secara demokratis.

Pendidikan multikultural sebagai wacana baru di Indonesia dapat diimplementasikan tidak hanya melalui pendidikan formal namun juga dapat di implementasikan dalam kehidupan masyarakat maupun dalam keluarga. Dalam pendidikan formal pendidikan multikultural ini dapat diintegrasikan dalam sistem pendidikan melalui kurikulum mulai Pendidikan Usia Dini, SD, SLTP, SMU maupun Perguruan Tinggi. Sebagai wacana baru, Pendidikan Multikultural ini tidak harus dirancang khusus sebagai muatan substansi tersendiri, namun dapat diintegrasikan dalam kurikulum yang sudah ada tentu saja melalui bahan ajar atau model pembelajaran yang paling memungkinkan diterapkannya pendidikan multikultural ini. Di Perguruan Tinggi misalnya, dari segi substansi, pendidikan multikultural ini dapat dinitegrasikan dalam kurikulum yang berperspektif multikultural, misalnya melalui mata kuliah umum seperti Kewarganegaraan, ISBD, Agama dan Bahasa. Demikian juga pada tingkat sekolah Usia Dini dapat diintegrasikan dalam kurikulum pendidikan misalnya dalam Out Bond Program, dan pada tingkat SD, SLTP maupun Sekolah menengah pendidikan multikultural ini dapat diintegrasikan dalam bahan ajar seperti PPKn, Agama, Sosiologi dan Antropologi, dan dapat melalui model pembelajaran yang lain seperti melalui kelompok diskusi, kegiatan ekstrakurikuler dan sebagainya.








Tidak ada komentar:

Posting Komentar