Makalah
PENDIDIKAN
MULTIKULTURAL
OLEH
HAFRIZAL
1010101010008
FAKULTAS
ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS
SYIAH KUALA
DARUSSALAM-BANDA
ACEH
2011
KATA
PENGANTAR
Puji
dan syukur penulis hantarkan kepada Allah subhanahuwataala karna dengan berkat
dan rahmat nyalah penulis dapat mengarang
sebuah makalah yang berjudul tentang pendidikan multikultural salawat dan salam
tidak lupa pula penulis kirim kan pahalanya kepada rasulullah SAW dengan berkat
perjuangan beliau lah kita dapat merasakan nikmat iman dan islam.
Makalah
ini berjudul pendidikan multikultural yang mana disini penulis mencoba
menyajikannya kepada pembaca yang terhormat, agar nantinya dapat bemanfaat
khususnya kepada penulis sendiri dan umumnya kepada masyarakat yang ada di
indoesia.
Sesuai
dengan judul nya makalah ini mencoba untuk mengulas bagaimana pentingnya sebuah
sistem pendidikan multikultural yang penting untuk terapkan di sekolah atau lembaga
pendidikan formal mengingat indonesia
sangat beragam etnis,suku,agama,dan ras yang kesemuanya itu kalau tidak di terapkan
dengan baik maka akan menjadi sebuah masalah besar yang dapat mengacu pada
konflik sebagaimana yang telah terjadi di beberapa provinsi di indonesia
seperti maluku dan sebagainya.
Ucapan
terima kasih penulis sampikan kepada dosen yang mengampu mata kuliah sosiologi
pendidikan
Penulis
menyadari makalah ini jauh dari sifat sempurna maka dari itu penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
Wasalam
penulis
DAFTAR
ISI
A.
kata
pengantar......................................................................................I
B.
daftar isi................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
B.RUMUSAN MASALAH
C.TUJUAN PENULISAN
BAB II PEMBAHASAN
A.
pengertian multikulturalisme menurut para tokoh
B.
pentingnya diterapkan pndidikan
multikulturalisme di dalam masyarakat
C.
sejarah muncul dan berkembangnya pendidikan
multikulturalisme
D.
implementasi multikulturalisme di dalam dunia
pendidikan
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan
B.
Saran
C.
Daftar pustaka
BAB
I
PENDAHULUAN
A.LATAR
BELAKANG
Indonesia
merupakan negara yang kaya akan aneka ragam budaya ,etnis,suku,agama,dan ras
yang semua itu patut untuk kita syukuri,indonesia yang memiliki latar belakang
sejarah kemerdekaan yang mengagumkan dimana indonesia dapat bersatu dari sabang
samapai marauke yang di lambangkan dengan bhineka tunggal ika.
Bila
kita berbicara masalah pendidikan memang
pendidikan di indonesia masih jauh dari yang
apa yang diharapkan oleh masyarakat,diantaranya masalah itu di sebabkan oleh
mulai dari kurikulum yang ditetapkan kemudian guru yang tidak profesional dalam
mendidik anak-anak sampai kepada orng peserta didik.
Dalam
makalah ini kita mencoba membahas tentang bagaimana peserta didik untuk
bersikap toleran dan saling menghargai antar berbeda-beda latar belakng budaya,
agama,ras dan lain sebagainya.
A.RUMUSAN
MASALAH
Berdasarkan
apa yang telah di jelaskan dalam latar belakng tadi maka rumusan masalahnya
sebagai berikut:
1. Apa
yang dimaksud pengertian multikulturalisme menurut para tokoh
2. pentingnya
di terapkan pendidikan multikulturalisme di dalam masyarakat
3. implementasi
pendidikan multikulturalisme di dalam dunia pendidikan
4. sejarah
muncul dan berkembangnya pendidikan multikulturalisme
B.RUANG LINGKUP MASALAH
Berdasarkan
rumusan masalah maka batasan makalah ini adalah:
1. pengertian
multikulturalisme menurut para tokoh
2. pentingnya
diterapkan pndidikan multikulturalisme di dalam masyarakat
3. sejarah
muncul dan berkembangnya pendidikan multikulturalisme
4. Implementasi
dalam dunia pendidikan
C.TUJUAN MASALAH
Berdasarkan
rumusan masalah di atas maka tujuan penulisan adalah:
1. untuk
mengetahui Apa yang dimaksud pengertian multikulturalisme menurut para tokoh
2. untuk
mengetahui pentingnya di terapkan pendidikan multikulturalisme di dalam
masyarakat
3. untuk
mengetahui bagaimana implementasi pendidikan multikulturalisme di dalam dunia
pendidikan.
4. Untuk
megetahui sejarah muncul dan berkembangnya pendidikan multikulturalisme
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
MULTIKULTURALISME MENURUT PARA TOKOH
Ada
banyak para ahli sehingga Raymond wiliams menyatakan bahwa istilah “culture”
merupakan salah satu istilah yang paling sulit didefinisikan didalam kamus bahasa
inggris.Multukulturalisme meliputi sebuah pemahaman, penghajaan, dan penilaian
atas budaya seseorang, serta sebuah penghormatan dengan keingintahuan tentang budaya etnis lain.
Sedangkan
bagi H. A.R. Tilaar,
multikulturalisme merupakan upaya
untuk untuk menggali potensi budaya
sebagai kapitalis yang dapat membawa
suatu komunitas dalam menghadapi resiko.Namun multikulturalisme bukan merupakan
cara pandang yang menyamakan kebenaran- kebenaran lokal, tetapi justru mencoba
membantu pihak- pihak yang saling berbeda untuk membangun sikap saling
menghormati, agar tercipta perdamaian dan dengan demikian kesejahteraan dapat
dinikmati oleh seluruh umat manusia.
Ada 5 jenis multikulturalisme:
1.
Multikulturalisme
isolasionis :
Mengacu pada visi
masyarakat sebagai tempat kelompok- kelompok budaya yang berbeda,
menjalani hidup mandiri dengan cara terlibat dalam saling
interaksi minimal sebagai
syarat yang nicaya
untuk hidup bersama.
2.
Multukulturalisme
akomadati:
Mengacu pada visi
masyarakat yang berumpu pada satu budaya dominan, dengan penyesuaian-penyesuaian pengaturan
pada saat untuk kebutuhan budaya
minoris.
3.
Multukuturalisme
mandiri:
Mengacu pada visi
masyarakat dimana kelompok- kelompok budaya besar mencari kesetaraan dengan
budaya yang dominan dan bertujuan
menempuh hidup
mandiri dalam kerangka politik kolektif yang
dapat diterima.
4.
Multukultralsme kritis
atau interaktif
Merujuk
pada asyarakat sebagai tempat kelompok- kelompok cultural kurang peduli untuk
menempuh hidup mandiri.
5.
Multukulturalisme
cosmopolitan:
Mengacu pada visi
masyarakat yang
berusaha menerobos ikatan- ikatan kuntural dengan membuka peluang bagi para
individu yang kini tidak terikat pada budaya khusus, bebas bergiat dalam
eksprimen- eksprimen antarkultur dan mengembangan
satu
budaya milik mereka sendiri.
B.
PENTINGNYA DITERAPKAN PENDIDIKAN MULTIKULTURALISME DI
DALAM MASYARAKAT.
Nieto
mengatakan penting sekali kajian tentang budaya yang dapat mempengaruhi kegitan
belajar agar mendapatkan prestasi belajar yang baik. Jika dilihat dari kehidupan
yang multicultural, pemahaman yang berdimensi multicultural harus hadir untuk
memperluas wacana pemikiran yang selama ini masih mempertahankan egoisme, kebudayaan, agama,
kelompok. Menjaga prulalitas kebudayaan atau keragaman budaya merupakan
interaksi sosial dan politik antara orang-orang yang berbeda cara hidup dan berpikir dalam suatu
masyarakat. Karena hal ini akan menolak kefanatikan terhadap kebudayaan lain.
Tujuan utamanya adalah untuk mengubah struktur lembaga pendidikan supaya siswa
dengan bermacam-macam latar belakang akan memiliki kesempatan dalam
meningkatkan pendidikannya.
Howard
mengatakan bahwa pendidikan multikultural memberi kompetensi multiultural.
Dahulu siswa diawal itu selalu dengan adanya pengaruh dari budayanya
masing-masing. Oleh karena itu maka, perlunya sosialisasi tentang pendidikan
multikultural sejak dini. Dengan begitu maka masyrakat akan biasa memahami adanya
perbedaaan kebudayaan atau kultur antar sesama masyarakat Indonesia. Karena ini
akan berdampak pada usage, folkways, mores, dan costums. Musa Asya’rie
pendidikan multikultural bermakna sebagai proses pendidikan cara menghormati, tulus,
toleran terhadap kebudayaan lainnya. Fay mengemukakan
multikulturalisme menunjukkan suatu yang krusial dalam dunia kontemporer. Dalam
dunia multikultural harus mementingkan adanya perbedaaan antar satu dengan yang
lainnya. Banks
pendidikan multikultural merupakan suatu rangkaian kepercayaaan dan penjelasan
yang mengakaui dan menilai pentingnya keragaman budaya dan etnis di dalam membentuk gaya
hidup, pengalamn sosial, indentitas pribadi, kesempatan pendidikan bagi
individu.
Perkembangan
Multikultural di AS dan Luar AS Pendidikan
multikultural, di sini sudah berkembang sejak lama. Dengan strategi pendidikan
multikultural adalah pengembangan dari studi interkultural dan
multikulturalisme. Akan
tetapi perkembangannya itu merupakan tujuan
politis ini menipis dan bahkan hilang sama sekali. Karena bersifat humanism,
demokratis. Selanjutnya pendidikan multikultural ini justru menjadi motor
penggerak dan untuk diterapkan di kampus, sekolah-sekolah dan
institusi-institusi pendidikan. Perkembangannya pun semakin baik pada tahun
1960 an yang pertama kali di ungkapkan oleh Banks. Pada saat itu,
perkembangan pendidikan multicultural lebih pada kulit putih di AS dan
didiskriminasi oleh kulit hitam. Pendidikan
multikultural sekarang berkembang di dalam masyarakat Amerika bersifat
antarbudaya etnis yang besar, yaitu budaya antarbangsa.Terdapat empat jenis dan
perkembangann pendidikan multikultural di Amerika yaitu:
1.
Pendidikan yang
bersifat segregasi yang memberikan hak berbeda antara kulit putih dan kulit
hitam;
2.
pendidikan menurut konsep Salad Bowl
3.
konsep melting pot
4.
pendidikan
multikultural melahirkan suatu pedagogik. Inggris, pendidikan
multikultural
berkembang berjalan
sesuai dengan datangnya para
imigran, yang mendapat perlakukan diskriminatif oleh pemerintah dan kaum
mayoritas. Sehingga muncul gerakan yang berlatar belakang
budaya.Pendidikan Multikultural di Indonesia Kondisi masyarakat
Indonesia sangat beragam dan masyarakatnya pun tinggal di wilayah yang
berbeda-beda yang dipisahkan dengan jarak yang sangat jauh. Sehingga untuk
mengakses dari berbagai konsep pendidikan pun akan terhambat. Apalagi ditambah
dengan konsep pemerintahan
yang masih kurang dan membutuhkan pemberian konsep dalam pembaharuan dari
pemerintahan yang belum tersusun dengan baik. Pendidikan multikultural sangat
menekankan pentingnya akomondasi hak setiap kebudayaan dan masyarakat dan
sub-nasional untuk memlihara dan mempertahankan indentitas kebudayaan dan
masyarakat nasional.Perspektif dan Tujuan Pendidikan Multikultural Robinson menyampaikan
bahwa ada tiga perspektif multikulturalsme di dalam system pendidikan:
1.
perspektif cultural
assimilation,
2.
perspektif cultural pluralisme
3.
perspektif cultural
synthesis.
Pilihan
perspektif pendidikan sintesis multikultural memiliki rasional yang paling
dasar di dalam hakekat tujuan suatu pendidikan multikultural, yang dapat diindentifikasikan
memalui tiga tujuan yaitu atitudinal, kognitif, dan intruksional. Implementasi Pendidikan
Multikultural Banks
mengemukakan empat pendekatan yang mengintegrasikan materi pendidikan multikultural ke dalam
kurikulum maupun pembelajaran di sekolah yang bila dicermati relevan untuk diimplekasikan diIndonesia.
1.
PendekatanKontribusi(thecontributionsApproach)
2.
PendekatanAditif(theAditifApproach)
3.
PendekatanTransformasi(thetransformationApproach)
4.
Pendekatan Aksi
Sosial ( the Social Action Approach)
C.
SEJARAH BERKEMBANGNYA PENDIDIKAN MULTIKULTURALISME
Pendidikan
Multibudaya dalam Ensiklopedi Ilmu-Ilmu Sosial (Kuper, 2000) dimulai sebagai
gerakan reformasi pendidikan di AS selama perjuangan hak-hak kaum sipil Amerika
keturunan Afrika pada tahun 1960-an dan 1970-an. Perubahan kemasyarakatan yang
mendasar seperti integrasi sekolah-sekolah negeri dan peningkatan populasi
imigran telah memberikan dampak yang besar atas lembaga-lembaga pendidikan.
Pada saat para pendidik berjuang untuk menjelaskan tingkat kegagalan dan putus
sekolah murid-murid dari etnis marginal, beberapa orang berpendapat bahwa
murid-murid tersebut tidak memiliki pengetahuan budaya yang memadai untuk
mencapai keberhasilan akademik. Banks (1993) telah mendiskripsikan evolusi
pendidikan multibudaya dalam empat fase. Yang pertama, ada upaya untuk
mempersatukan kajian-kajian etnis pada setiap kurikulum. Kedua, hal ini diikuti
oleh pendidikan multietnis sebagai usaha untuk menerapkan persamaan pendidikan
melalui reformasi keseluruhan sistem pendidikan. Yang ketiga, kelompok-kelompok
marginal yang lain, seperti perempuan, orang cacat, homo dan lesbian, mulai
menuntut perubahan-perubahan mendasar dalam lembaga pendidikan. Fase keempat
perkembangan teori, triset dan praktek, perhatian pada hubungan antar-ras,
kelamin, dan kelas telah menghasilkan tujuan bersama bagi kebanyakan ahli
teoritisi, jika bukan para praktisi, dari pendidikan multibudaya. Gerakan
reformasi mengupayakan transformasi proses pendidikan dan lembaga-lembaga
pendidikan pada semua tingkatan sehingga semua murid, apapun ras atau etnis,
kecacatan, jenis kelamin, kelas sosial dan orientasi seksualnya akan menikmati
kesempatan yang sama untuk menikmati pendidikan. Nieto (1992) menyebutkan bahwa
pendidikan multibudaya bertujuan untuk sebuah pendidikan yang bersifat anti
rasis; yang memperhatikan ketrampilan-ketrampilan dan pengetahuan dasar bagi
warga dunia; yang penting bagi semua murid; yang menembus seluruh aspek sistem
pendidikan; mengembangkan sikap, pengetahuan, dan ketrampilan yang memungkinkan
murid bekerja bagi keadilan sosial; yang merupakan proses dimana pengajar dan
murid bersama-sama mempelajari pentingnya variabel budaya bagi keberhasilan
akademik; dan menerapkan ilmu pendidikan yang kritis yang memberi perhatian
pada bangun pengetahuan sosial dan membantu murid untuk mengembangkan
ketrampilan dalam membuat keputusan dan tindakan sosial. Wacana
multikulturalisme untuk konteks di Indonesia menemukan momentumnya ketika
sistem nasional yang otoriter-militeristik tumbang seiring dengan jatuhnya
rezim Soeharto. Saat itu, keadaan negara menjadi kacau balau dengan berbagai
konflik antarsuku bangsa dan antar golongan, yang menimbulkan keterkejutan dan
kengerian para anggota masyarakat. Kondisi yang demikian membuat berbagai pihak
semakin mempertanyakan kembali sistem nasional seperti apa yang cocok bagi
Indonesia yang sedang berubah, serta sistem apa yang bisa membuat masyarakat
Indonesia bisa hidup damai dengan meminimalisir potensi konflik. Menurut
Sosiolog UI Parsudi Suparlan, Multikulturalisme adalah konsep yang mampu
menjawab tantangan perubahan zaman dengan alasan multikulturalisme merupakan
sebuah idiologi yang mengagungkan perbedaaan budaya, atau sebuah keyakinan yang
mengakui dan mendorong terwujudnya pluralisme budaya sebagai corak kehidupan
masyarakat. Multikulturalisme akan menjadi pengikat dan jembatan yang
mengakomodasi perbedaan-perbedaan termasuk perbedaan kesukubangsaan dan suku
bangsa dalam masyarakat yang multikultural. Perbedaan itu dapat terwadahi di
tempat-tempat umum, tempat kerja dan pasar, dan sistem nasional dalam hal
kesetaraan derajat secara politik, hukum, ekonomi, dan sosial.
D. IMPLEMENTASI
DALAM DUNIA PENDIDIKAN
Uraian sebelumnya telah mempertebal keyakinan kita
betapa paradigma pendidikan multikulturalisme sangat bermanfaat untuk membangun
kohesifitas, soliditas dan intimitas di antara keragamannya etnik, ras, agama,
budaya dan kebutuhan di antara kita. Paparan di atas juga memberi dorongan dan
spirit bagi lembaga pendidikan nasional untuk mau menanamkan sikap kepada
peserta didik untuk menghargai orang, budaya, agama, dan keyakinan lain.
Harapannya, dengan implementasi pendidikan yang berwawasan multikultural, akan
membantu siswa mengerti, menerima dan menghargai orang lain yang berbeda suku,
budaya dan nilai kepribadian. Lewat penanaman semangat multikulturalisme di
sekolah-sekolah, akan menjadi medium pelatihan dan penyadaran bagi generasi
muda untuk menerima perbedaan budaya, agama, ras, etnis dan kebutuhan di antara
sesama dan mau hidup bersama secara damai. Agar proses ini berjalan sesuai
harapan, maka seyogyanya kita mau menerima jika pendidikan multikultural
disosialisasikan dan didiseminasikan melalui lembaga pendidikan, serta, jika
mungkin, ditetapkan sebagai bagian dari kurikulum pendidikan di berbagai
jenjang baik di lembaga pendidikan pemerintah maupun swasta. Apalagi, paradigma
multikultural secara implisit juga menjadi salah satu concern dari Pasal 4 UU
N0. 20 Tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional. Dalam pasal itu dijelaskan, bahwa
pendidikan diselenggarakan secara demokratis, tidak diskriminatif dengan
menjunjung tinggi HAM, nilai keagamaan, nilai kultural dan kemajemukan bangsa.
Pada konteks ini dapat dikatakan, tujuan utama dari pendidikan multikultural
adalah untuk menanamkan sikap simpati, respek, apresiasi, dan empati terhadap
penganut agama dan budaya yang berbeda. Lebih jauh lagi, penganut agama dan
budaya yang berbeda dapat belajar untuk melawan atau setidaknya tidak setuju
dengan ketidak-toleranan (l’intorelable) seperti inkuisisi (pengadilan negara
atas sah-tidaknya teologi atau ideologi), perang agama, diskriminasi, dan
hegemoni budaya di tengah kultur monolitik dan uniformitas global. Dalam
sejarahnya, pendidikan multikultural sebagai sebuah konsep atau pemikiran tidak
muncul dalam ruangan kosong, namun ada interes politik, sosial, ekonomi dan
intelektual yang mendorong kemunculannya. Wacana pendidikan multikultural pada
awalnya sangat bias Amerika karena punya akar sejarah dengan gerakan hak asasi
manusia (HAM) dari berbagai kelompok yang tertindas di negeri tersebut. Banyak
lacakan sejarah atau asal-usul pendidikan multikultural yang merujuk pada
gerakan sosial Orang Amerika keturunan Afrika dan kelompok kulit berwarna lain
yang mengalami praktik diskrinunasi di lembaga-lembaga publik pada masa
perjuangan hak asasi pada tahun 1960-an. Di antara lembaga yang secara khusus
disorot karena bermusuhan dengan ide persamaan ras pada saat itu adalah lembaga
pendidikan. Pada akhir 1960-an dan awal 1970-an, suara-suara yang menuntut
lembaga-lembaga pendidikan agar konsisten dalam menerima dan menghargai perbedaan
semakin kencang, yang dikumandangkan oleh para aktivis, para tokoh dan orang
tua. Mereka menuntut adanya persamaan kesempatan di bidang pekerjaan dan
pendidikan. Momentum inilah yang dianggap sebagai awal mula dari
konseptualisasi pendidikan multikultural.
Tahun 1980-an agaknya yang dianggap sebagai kemunculan lembaga sekolah yang berlandaskan pendidikan multikultural yang didirikan oleh para peneliti dan aktivis pendidikan progresif. James Bank adalah salah seorang pioner dari pendidikan multikultural. Dia yang membumikan konsep pendidikan multikultural menjadi ide persamaan pendidikan. Pada pertengahan dan akhir 1980-an, muncul kelompok sarjana, di antaranya Carl Grant, Christine Sleeter, Geneva Gay dan Sonia Nieto yang memberikan wawasan lebih luas soal pendidikan multikultural, memperdalam kerangka kerja yang membumikan ide persamaan pendidikan dan menghubungkannya dengan transformasi dan perubahan sosial. Didorong oleh tuntutan warga Amerika keturunan Afrika, Latin/Hispanic, warga pribumi dan kelompok marjinal lain terhadap persamaan kesempatan pendidikan serta didorong oleh usaha komunitas pendidikan profesional untuk memberikan solusi terhadap masalah pertentangan ras dan rendahnya prestasi kaum minoritas di sekolah menjadikan pendidikan multikultural sebagai slogan yang sangat populer pada tahun 1990-an. Selama dua dekade konsep pendidikan multikultural menjadi slogan yang sangat populer di sekolah-sekolah AS. Secara umum, konsep ini diterima sebagai strategi penting dalam mengembangkan toleransi dan sensitivitas terhadap sejarah dan budaya dari kelompok etnis yang beraneka macam di Negara ini.Ide pendidikan multikulturalisme akhirnya menjadi komitmen global sebagaimana direkomendasi UNESCO pada bulan Oktober 1994 di Jenewa. Rekomendasi itu di antaranya memuat empat pesan. Pertama, pendidikan hendaknya mengembangkan kemampuan untuk mengakui dan menerima nilai-nilai yang ada dalam kebhinnekaan pribadi, jenis kelamin, masyarakat dan budaya serta mengembangkan kemampuan untuk berkomunikasi, berbagi dan bekerja sama dengan yang lain. Kedua, pendidikan hendaknya meneguhkan jati diri dan mendorong konvergensi gagasan dan penyelesaian-penyelesaian yang memperkokoh perdamaian, persaudaraan dan solidaritas antara pribadi dan masyarakat. Ketiga, pendidikan hendaknya meningkatkan kemampuan menyelesaikan konflik secara damai dan tanpa kekerasan. Karena itu, pendidikan hendaknya juga meningkatkan pengembangan kedamaian dalam diri diri pikiran peserta didik sehingga dengan demikian mereka mampu membangun secara lebih kokoh kualitas toleransi, kesabaran, kemauan untuk berbagi dan memelihara. Konsep pendidikan multikultural dalam perjalanannya menyebar luas ke kawasan di luar AS, khususnya di negara-negara yang memiliki keragaman etnis, ras, agama dan budaya seperti Indonesia. Sekarang ini, pendidikan multikultural secara umum mencakup ide pluralisme budaya. Tema umum yang dibahas meliputi pemahaman budaya, penghargaan budaya dari kelompok yang beragam dan persiapan untuk hidup dalam masyarakat pluralistik. Pada konteks Indonesia, perbincangan tentang konsep pendidikan multikultural semakin memperoleh momentum pasca runtuhnya rezim otoriter-militeristik Orde Baru karena hempasan badai reformasi. Era reformasi ternyata tidak hanya membawa berkah bagi bangsa kita namun juga memberi peluang meningkatnya kecenderungan primordialisme. Untuk itu, dirasakan kita perlu menerapkan paradigma pendidikan multikultur untuk menangkal semangat primordialisme tersebut. Secara generik, pendidikan multikultural memang sebuah konsep yang dibuat dengan tujuan untuk menciptakan persamaan peluang pendidikan bagi semua siswa yang berbeda-beda ras, etnis, kelas sosial dan kelompok budaya. Salah satu tujuan penting dari konsep pendidikan multikultural adalah untuk membantu semua siswa agar memperoleh pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang diperlukan dalam menjalankan peran-peran seefektif mungkin pada masyarakat demokrasi-pluralistik serta diperlukan untuk berinteraksi, negosiasi, dan komunikasi dengan warga dari kelompok beragam agar tercipta sebuah tatanan masyarakat bermoral yang berjalan untuk kebaikan bersama. Dalam implementasinya, paradigma pendidikan multikultural dituntut untuk berpegang pada prinsip-prinsip beriku ini:
Tahun 1980-an agaknya yang dianggap sebagai kemunculan lembaga sekolah yang berlandaskan pendidikan multikultural yang didirikan oleh para peneliti dan aktivis pendidikan progresif. James Bank adalah salah seorang pioner dari pendidikan multikultural. Dia yang membumikan konsep pendidikan multikultural menjadi ide persamaan pendidikan. Pada pertengahan dan akhir 1980-an, muncul kelompok sarjana, di antaranya Carl Grant, Christine Sleeter, Geneva Gay dan Sonia Nieto yang memberikan wawasan lebih luas soal pendidikan multikultural, memperdalam kerangka kerja yang membumikan ide persamaan pendidikan dan menghubungkannya dengan transformasi dan perubahan sosial. Didorong oleh tuntutan warga Amerika keturunan Afrika, Latin/Hispanic, warga pribumi dan kelompok marjinal lain terhadap persamaan kesempatan pendidikan serta didorong oleh usaha komunitas pendidikan profesional untuk memberikan solusi terhadap masalah pertentangan ras dan rendahnya prestasi kaum minoritas di sekolah menjadikan pendidikan multikultural sebagai slogan yang sangat populer pada tahun 1990-an. Selama dua dekade konsep pendidikan multikultural menjadi slogan yang sangat populer di sekolah-sekolah AS. Secara umum, konsep ini diterima sebagai strategi penting dalam mengembangkan toleransi dan sensitivitas terhadap sejarah dan budaya dari kelompok etnis yang beraneka macam di Negara ini.Ide pendidikan multikulturalisme akhirnya menjadi komitmen global sebagaimana direkomendasi UNESCO pada bulan Oktober 1994 di Jenewa. Rekomendasi itu di antaranya memuat empat pesan. Pertama, pendidikan hendaknya mengembangkan kemampuan untuk mengakui dan menerima nilai-nilai yang ada dalam kebhinnekaan pribadi, jenis kelamin, masyarakat dan budaya serta mengembangkan kemampuan untuk berkomunikasi, berbagi dan bekerja sama dengan yang lain. Kedua, pendidikan hendaknya meneguhkan jati diri dan mendorong konvergensi gagasan dan penyelesaian-penyelesaian yang memperkokoh perdamaian, persaudaraan dan solidaritas antara pribadi dan masyarakat. Ketiga, pendidikan hendaknya meningkatkan kemampuan menyelesaikan konflik secara damai dan tanpa kekerasan. Karena itu, pendidikan hendaknya juga meningkatkan pengembangan kedamaian dalam diri diri pikiran peserta didik sehingga dengan demikian mereka mampu membangun secara lebih kokoh kualitas toleransi, kesabaran, kemauan untuk berbagi dan memelihara. Konsep pendidikan multikultural dalam perjalanannya menyebar luas ke kawasan di luar AS, khususnya di negara-negara yang memiliki keragaman etnis, ras, agama dan budaya seperti Indonesia. Sekarang ini, pendidikan multikultural secara umum mencakup ide pluralisme budaya. Tema umum yang dibahas meliputi pemahaman budaya, penghargaan budaya dari kelompok yang beragam dan persiapan untuk hidup dalam masyarakat pluralistik. Pada konteks Indonesia, perbincangan tentang konsep pendidikan multikultural semakin memperoleh momentum pasca runtuhnya rezim otoriter-militeristik Orde Baru karena hempasan badai reformasi. Era reformasi ternyata tidak hanya membawa berkah bagi bangsa kita namun juga memberi peluang meningkatnya kecenderungan primordialisme. Untuk itu, dirasakan kita perlu menerapkan paradigma pendidikan multikultur untuk menangkal semangat primordialisme tersebut. Secara generik, pendidikan multikultural memang sebuah konsep yang dibuat dengan tujuan untuk menciptakan persamaan peluang pendidikan bagi semua siswa yang berbeda-beda ras, etnis, kelas sosial dan kelompok budaya. Salah satu tujuan penting dari konsep pendidikan multikultural adalah untuk membantu semua siswa agar memperoleh pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang diperlukan dalam menjalankan peran-peran seefektif mungkin pada masyarakat demokrasi-pluralistik serta diperlukan untuk berinteraksi, negosiasi, dan komunikasi dengan warga dari kelompok beragam agar tercipta sebuah tatanan masyarakat bermoral yang berjalan untuk kebaikan bersama. Dalam implementasinya, paradigma pendidikan multikultural dituntut untuk berpegang pada prinsip-prinsip beriku ini:
1.
Pendidikan multikultural harus
menawarkan beragam kurikulum yang merepresentasikan pandangan dan perspektif
banyak orang.
2.
Pendidikan multikultural harus
didasarkan pada asumsi bahwa tidak ada penafsiran tunggal terhadap kebenaran
sejarah.
3.
Kurikulum dicapai sesuai dengan
penekanan analisis komparatif dengan sudut pandang kebudayaan yang
berbeda-beda.
4.
Pendidikan multikultural harus mendukung
prinsip-prinisip pokok dalam memberantas pandangan klise tentang ras budaya dan
agama.
Pendidikan
multikultural mencerminkan keseimbangan antara pemahaman persamaan dan
perbedaan budaya mendorong individu untuk mempertahankan dan memperluas wawasan
budaya dan kebudayaan mereka sendiri. Beberapa aspek yang menjadi kunci dalam
melaksanakan pendidikan multikultural dalam struktur sekolah adalah tidak
adanya kebijakan yang menghambat toleransi, termasuk tidak adanya penghinaan
terhadap ras
etnis
dan jenis kelamin. Juga, harus menumbuhkan kepekaan terhadap perbedaan budaya,
di antaranya mencakup pakaian, musik dan makanan kesukaan. Selain itu, juga
memberikan kebebasan bagi anak dalam merayakan hari-hari besar umat beragama
serta memperkokoh sikap anak agar merasa butuh terlibat dalam pengambilan
keputusan secara demokratis.
Pendidikan
multikultural sebagai wacana baru di Indonesia dapat diimplementasikan tidak
hanya melalui pendidikan formal namun juga dapat di implementasikan dalam
kehidupan masyarakat maupun dalam keluarga. Dalam pendidikan formal pendidikan
multikultural ini dapat diintegrasikan dalam sistem pendidikan melalui
kurikulum mulai Pendidikan Usia Dini, SD, SLTP, SMU maupun Perguruan Tinggi.
Sebagai wacana baru, Pendidikan Multikultural ini tidak harus dirancang khusus
sebagai muatan substansi tersendiri, namun dapat diintegrasikan dalam kurikulum
yang sudah ada tentu saja melalui bahan ajar atau model pembelajaran yang
paling memungkinkan diterapkannya pendidikan multikultural ini. Di Perguruan
Tinggi misalnya, dari segi substansi, pendidikan multikultural ini dapat
dinitegrasikan dalam kurikulum yang berperspektif multikultural, misalnya
melalui mata kuliah umum seperti Kewarganegaraan, ISBD, Agama dan Bahasa.
Demikian juga pada tingkat sekolah Usia Dini dapat diintegrasikan dalam
kurikulum pendidikan misalnya dalam Out Bond Program, dan pada tingkat SD, SLTP
maupun Sekolah menengah pendidikan multikultural ini dapat diintegrasikan dalam
bahan ajar seperti PPKn, Agama, Sosiologi dan Antropologi, dan dapat melalui
model pembelajaran yang lain seperti melalui kelompok diskusi, kegiatan
ekstrakurikuler dan sebagainya.
PENUTUP
Pendidikan multikultural merupakan wadah baru bagi
indonesia khususnya, bagi pendidikan formal umumnya bagi masyarakat indonesia
guna untuk menghindari konflik yang terjadi di dalam masyarakat seperti yang
terjadi di ambon pada beberapa waktu yang lalu dan sampai hari ini masih sering
kita dengar konflik yang terjadi antar suku,ras,budaya dan sebagainya.
Pendidikan
multikultural dapat diimplementasikan dalam kehidupan masyarakat maupun
keluarga,dalam pendidikan formal misalnya pendidikan dapat diintegrasikan
melalui metode kurikulum mulai dari pendidikan anak usia dini (PAUD),SD,SMP,SMA
hingga keperguruan tinggi.
Sebagai
wacana baru,pendidikan multikultural ini tidak harus dirancang dengan substansi
yang khusus,namun dapat diintregrasikan
dalam kurikulum yang sudah ada tentunya melalui bahan ajar atau model
pembelajaran yang paling memungkinkan untuk diterapkan dalam pendidikan
multikultural,di lembaga pendidikan formal misalnya dari segi substansi,
pendidikan multikultural ini dapat dinitegrasikan dalam kurikulum yang berperspektif
multikultural,seperti sosiologi,pendidikan pancasila dan kewarganegaraa(ppkn),pendidikan
agama,antropologi,ISBD,bahasa dan sebgainya.
Dalam Pendidikan non formal wacana
ini dapat disosialisasikan melalui pelatihan-pelatihan dengan model
pembelajaran yang responsive
multikultural dengan mengedepankan penghormatan terhadap perbedaan baik ras
suku, maupun agama antar anggota masyarakat.
Tak
kalah penting wacana pendidikan multikultural ini dapat diimplementasikan dalam
kehidupan keluarga. Di mana keluarga sebagai institusi sosial terkecil dalam
masyarakat, merupakan media pembelajaran yang paling efektif dalam proses
internalisasi dan, serta sosialisasi terhadap anggota keluarga. Peran orangtua
dalam menanamkan nilai-nilai yang lebih responsive, multikultural dengan
mengedepankan penghormatan dan pengakuan terhadap perbedaan yang ada di sekitar
lingkungannya (agama, ras, golongan) terhadap anak atau anggota keluarga yang
lain merupakan cara yang paling efektif dan elegan untuk mendukung terciptanya
sistem sosial yang lebih berkeadilan sehingga tidak memicu konflik sosial.
1.
TOKOH
PERKEMBANGAN MULTUKULTURALISME
Ada banyak para
ahli sehingga Raymond wiliams menyatakan bahwa istilah “culture” merupakan
salah satu istilah yang paling sulit didefinisikan didalam kamus bahasa inggris.
Multukulturalisme
meliputi sebuah pemahaman, penghajaan, dan penilaian atas budaya seseorang,
serta sebuah penghormatan dengan keingintahuan
tentang budaya etnis lain.
Sedangkan
bagi H. A.R. Tilaar,
multikulturalisme merupakan “upaya
untuk untuk menggalipotensi budaya
sebagai kapitalis
yang dapat membawa suatu komunitas dalam
menghadapi resiko.
Namun
mulikulturalisme bukan merupakan cara pandang yang menyamakan kebenaran-
kebenaran local, tetapi justru mencoba membantu pihak- pihak yang saling
berbeda untuk membangun sikap saling menghormati, agar tercipta perdamaian dan
dengan demikian
kesejahteraan dapat dinikmati oleh seluruh umat manusia.
Ada
5 jenis multikulturalisme
1.
Multikulturalisme
isolasionis : mengacu pada visi masyarakat sebagai tempat kelompok- kelompok
budaya yang berbeda, menjalani hidup
mandiri dengan cara
terlibat dalam saling interaksi
minimal sebagai syarat yang nicaya
untuk hidup bersama.
2.
Multukulturalisme
akomadati: megacu pada visi masyarakat yang berumpu pada satu budaya dominan, dengan penyesuaian-penyesuaian pengaturan pada
saat
untuk kebutuhan budaya minoris.
3.
Multukuturalisme
mandiri: mengacu pada visi masyarakat
dimana kelompok- kelompok budaya besar mencari kesetaraan dengan budaya yang
dominan dan bertjuan menempuh hiup mandiri dalam kerangka politik kolektif yang dapat diterima.
4.
Multukultralsme kritis
atau interaktif merujuk pada asyarakat sebagai tempat kelompok- kelompok
cultural kurang
peduli untuk menempuh
hidup mandiri.
5.
Multukulturalisme
cosmopolitan: mengacu pada visi masyarakat ang berusaha menerobos ikatan-
ikatan kuntural dengan membuka peluang bagi para individu yang kini tidak
terikat pada budaya khusus, bebas bergiat dalam eksprimen- eksprimen
antarkultur dan mengembangan
satu
budaya milik mereka sendiri.
2.MASYARAKAT
MULTUKULTURAL
Masyarakat
multukultural merupakan sikap yang terbuka pada perbedaan.Dengan kata lain sikap yang
seharusnya mendasari masyarakat multukuluralisme adalah sikap rendah hati (mau
menerima kenyataan), ntuk itu kita peerlu membagikan sikap hormat akan keunikan
masing- masing pribadi atau kelompok tanpa membedakan entah atas dasar gender, aganma dan etnis.
a.
Multikultural
Pendidikan Multikultural dan Perilaku Bangsa Nieto
mengatakan penting sekali kajian tentang budaya yang dapat mempengaruhi kegitan
belajar agar mendapatkan prestasi belajar yang baik. Jika dilihat dari kehidupan
yang multicultural, pemahaman yang berdimensi multicultural harus
hadir untuk memperluas wacana pemikiran yang selama ini masih mempertahankan
egoisme,
kebudayaan, agama, kelompok. Menjaga prulalitas kebudayaan atau keragaman
budaya merupakan interaksi sosial dan politik antara orang-orang yang berbeda
cara hidup dan berpikir dalam suatu masyarakat. Karena hal ini akan menolak
kefanatikan terhadap kebudayaan lain. Tujuan utamanya adalah untuk mengubah
struktur lembaga pendidikan supaya siswa dengan bermacam-macam latar belakang
akan memiliki kesempatan dalam meningkatkan pendidikannya.
Howard mengatakan bahwa pendidikan multikultural memberi
kompetensi multiultural. Dahulu siswa diawal itu selalu dengan adanya pengaruh
dari budayanya masing-masing. Oleh karena itu maka, perlunya sosialisasi
tentang pendidikan multikultural sejak dini. Dengan begitu maka masyrakat akan
biasa
memahami adanya perbedaaan kebudayaan atau kultur antar sesama masyarakat
Indonesia. Karena ini akan berdampak pada usage, folkways, mores, dan
costums. Musa Asya’rie pendidikan multikultural bermakna sebagai proses
pendidikan cara menghormati, tulus,
toleran terhadap kebudayaan lainnya. Fay
mengemukakan multikulturalisme menunjukkan suatu yang krusial dalam dunia
kontemporer. Dalam dunia multikultural harus mementingkan adanya perbedaaan
antar satu dengan yang lainnya. Banks
pendidikan multikultural merupakan suatu rangkaian kepercayaaan dan penjelasan
yang mengakaui dan menilai pentingnya keragaman budaya dan etnis di
dalam membentuk gaya hidup, pengalamn sosial, indentitas pribadi, kesempatan
pendidikan bagi individu.
Perkembangan Multikultural di AS dan Luar AS Pendidikan
multikultural, di sini sudah berkembang sejak lama. Dengan strategi pendidikan
multikultural adalah pengembangan dari studi interkultural dan
multikulturalisme. Akan
tetapi perkembangannya itu merupakan tujuan politis ini menipis dan bahkan
hilang sama sekali. Karena bersifat humanism, demokratis. Selanjutnya pendidikan
multikultural ini justru menjadi motor penggerak dan untuk diterapkan di
kampus, sekolah-sekolah dan institusi-institusi pendidikan. Perkembangannya pun
semakin baik pada tahun 1960 an yang pertama kali di ungkapkan oleh
Banks. Pada saat itu, perkembangan pendidikan multicultural lebih pada
kulit putih di AS dan didiskriminasi oleh kulit hitam. Pendidikan
multikultural sekarang berkembang di dalam masyarakat Amerika bersifat
antarbudaya etnis yang besar, yaitu budaya antarbangsa.
Terdapat
empat jenis dan perkembangann pendidikan multikultural di Amerika yaitu :
(1).
Pendidikan yang bersifat segregasi yang memberikan hak berbeda antara kulit
putih dan kulit hitam;
(2)
pendidikan menurut konsep Salad Bowl
(3)
konsep melting pot
(4)
pendidikan multikultural melahirkan suatu pedagogik. Inggris,
pendidikan multikultural
berkembang
berjalan sesuia dengan datangnya para imigran, yang mendapat perlakukan
diskriminatif oleh pemerintah dan kaum mayoritas. Sehingga muncul gerakan yang
berlatarbelakang budaya.
Pendidikan
Multikultural di Indonesia Kondisi
masyarakat Indonesia sangat beragam dan masyarakatnya pun tinggal di wilayah
yang berbeda-beda yang dipisahkan dengan jarak yang sangat jauh. Sehingga untuk
mengakses dari berbagai konsep pendidikan pun akan terhambat. Apalagi ditambah dengan
konsep pemerintahan yang masih kurang dan membutuhkan pemberian konsep dalam pembaharuan dari pemerintahan yang belum tersuswun
dengan baik. Pendidikan multikultural sangat menekankan pentingnya akomondasi
hak setiap kebudayaan dan masyarakat dan sub-nasional untuk memlihara dan
mempertahankan indentitas kebudayaan
dan masyarakat nasional.
Perspektif
dan Tujuan Pendidikan Multikultural Robinson
menyampaikan bahwa ada tiga perspektif multikulturalsme di dalam system pendidikan:
(1)
perspektif cultural assimilation,
(2)
perspektif cultural pluralisme
(3)
perspektif cultural synthesis.
Pilihan perspektif pendidikan sintesis multikultural memiliki
rasional yang paling dasar di dalam hakekat tujuan suatu pendidikan
multikultural, yang dapat diindentifikasikan
memalui tiga tujuan yaitu atitudinal, kognitif, dan intruksional. Implementasi
Pendidikan Multikultural Banks
mengemukakan empat pendekatan yang mengintegrasikan materi pendidikan multikultural
ke dalam kurikulum maupun pembelajaran di sekolah yang bila dicermati relevan untuk
diimplekaskan di Indonesia.
1.Pendekatan
Kontribusi (the contributions Approach )
2. Pendekatan Aditif ( the Aditif Approach)
3. Pendekatan Transformasi ( the transformation Approach)
4. Pendekatan Aksi Sosial ( the Social Action Approach)
2. Pendekatan Aditif ( the Aditif Approach)
3. Pendekatan Transformasi ( the transformation Approach)
4. Pendekatan Aksi Sosial ( the Social Action Approach)
3.Perfektif Tentang Pendidikan
Multikultural
Pendidikan
Multibudaya dalam Ensiklopedi Ilmu-Ilmu Sosial (Kuper, 2000) dimulai sebagai
gerakan reformasi pendidikan di AS selama perjuangan hak-hak kaum sipil Amerika
keturunan Afrika pada tahun 1960-an dan 1970-an. Perubahan kemasyarakatan yang
mendasar seperti integrasi sekolah-sekolah negeri dan peningkatan populasi
imigran telah memberikan dampak yang besar atas lembaga-lembaga pendidikan.
Pada saat para pendidik berjuang untuk menjelaskan tingkat kegagalan dan putus
sekolah murid-murid dari etnis marginal, beberapa orang berpendapat bahwa
murid-murid tersebut tidak memiliki pengetahuan budaya yang memadai untuk
mencapai keberhasilan akademik. Banks
(1993) telah mendiskripsikan
evolusi pendidikan multibudaya dalam empat fase. Yang pertama, ada upaya untuk
mempersatukan kajian-kajian etnis pada setiap kurikulum. Kedua, hal ini diikuti
oleh pendidikan multietnis sebagai usaha untuk menerapkan persamaan pendidikan
melalui reformasi keseluruhan sistem pendidikan. Yang ketiga, kelompok-kelompok
marginal yang lain, seperti perempuan, orang cacat, homo dan lesbian, mulai
menuntut perubahan-perubahan mendasar dalam lembaga pendidikan. Fase keempat
perkembangan teori, triset dan praktek, perhatian pada hubungan antar-ras,
kelamin, dan kelas telah menghasilkan tujuan bersama bagi kebanyakan ahli
teoritisi, jika bukan para praktisi, dari pendidikan multibudaya. Gerakan
reformasi mengupayakan transformasi proses pendidikan dan lembaga-lembaga
pendidikan pada semua tingkatan sehingga semua murid, apapun ras atau etnis,
kecacatan, jenis kelamin, kelas sosial dan orientasi seksualnya akan menikmati
kesempatan yang sama untuk menikmati pendidikan. Nieto (1992)
menyebutkan bahwa pendidikan multibudaya bertujuan untuk sebuah pendidikan yang
bersifat anti rasis; yang memperhatikan
ketrampilan-ketrampilan dan pengetahuan dasar bagi warga dunia; yang penting
bagi semua murid; yang menembus seluruh aspek sistem pendidikan; mengembangkan
sikap, pengetahuan, dan ketrampilan yang memungkinkan murid bekerja bagi
keadilan sosial; yang merupakan proses dimana pengajar dan murid bersama-sama
mempelajari pentingnya variabel budaya bagi keberhasilan akademik; dan
menerapkan ilmu pendidikan yang kritis yang memberi perhatian pada bangun
pengetahuan sosial dan membantu murid untuk mengembangkan ketrampilan dalam
membuat keputusan dan tindakan sosial. Wacana multikulturalisme untuk konteks
di Indonesia menemukan momentumnya ketika sistem nasional yang otoriter-militeristik
tumbang seiring dengan jatuhnya rezim Soeharto. Saat itu, keadaan negara
menjadi kacau balau dengan berbagai konflik antarsuku bangsa dan antar
golongan, yang menimbulkan keterkejutan dan kengerian para anggota masyarakat.
Kondisi yang demikian membuat berbagai pihak semakin mempertanyakan kembali
sistem nasional seperti apa yang cocok bagi Indonesia yang sedang berubah,
serta sistem apa yang bisa membuat masyarakat Indonesia bisa hidup damai dengan
meminimalisir potensi konflik. Menurut
Sosiolog UI Parsudi Suparlan, Multikulturalisme adalah konsep yang mampu
menjawab tantangan perubahan zaman dengan alasan multikulturalisme merupakan
sebuah idiologi yang mengagungkan perbedaaan budaya, atau sebuah keyakinan yang
mengakui dan mendorong terwujudnya pluralisme budaya sebagai corak kehidupan
masyarakat. Multikulturalisme akan menjadi pengikat dan jembatan yang
mengakomodasi perbedaan-perbedaan termasuk perbedaan kesukubangsaan dan suku
bangsa dalam masyarakat yang multikultural. Perbedaan itu dapat terwadahi di
tempat-tempat umum, tempat kerja dan pasar, dan sistem nasional dalam hal kesetaraan derajat
secara politik, hukum, ekonomi, dan sosial.
4.
Implementasi Dalam Dunia Pendidikan
Uraian
sebelumnya telah mempertebal keyakinan kita betapa paradigma pendidikan
multikulturalisme sangat bermanfaat untuk membangun kohesifitas, soliditas dan
intimitas di antara keragamannya etnik, ras, agama, budaya dan kebutuhan di
antara kita. Paparan di atas juga memberi dorongan dan spirit bagi lembaga pendidikan
nasional untuk mau menanamkan sikap kepada peserta didik untuk menghargai
orang, budaya, agama, dan keyakinan lain. Harapannya, dengan implementasi
pendidikan yang berwawasan multikultural, akan membantu siswa mengerti,
menerima dan menghargai orang lain yang berbeda suku, budaya dan nilai kepribadian. Lewat
penanaman semangat multikulturalisme di sekolah-sekolah, akan menjadi medium
pelatihan dan penyadaran bagi generasi muda untuk menerima perbedaan budaya,
agama, ras, etnis dan kebutuhan di antara sesama dan mau hidup bersama secara
damai. Agar proses ini berjalan sesuai harapan, maka seyogyanya kita mau
menerima jika pendidikan multikultural disosialisasikan dan didiseminasikan
melalui lembaga pendidikan, serta, jika mungkin, ditetapkan sebagai bagian dari
kurikulum pendidikan di berbagai jenjang baik di lembaga pendidikan pemerintah
maupun swasta. Apalagi, paradigma multikultural secara implisit juga menjadi
salah satu concern dari Pasal 4 UU N0. 20 Tahun 2003 Sistem Pendidikan
Nasional. Dalam pasal itu dijelaskan, bahwa pendidikan diselenggarakan secara
demokratis, tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi HAM, nilai keagamaan,
nilai kultural dan kemajemukan bangsa. Pada konteks ini dapat dikatakan, tujuan
utama dari pendidikan multikultural adalah untuk menanamkan sikap simpati,
respek, apresiasi, dan empati terhadap penganut agama dan budaya yang berbeda.
Lebih jauh lagi, penganut agama dan budaya yang berbeda dapat belajar untuk
melawan atau setidaknya tidak setuju dengan ketidak-toleranan (l’intorelable)
seperti inkuisisi (pengadilan negara atas sah-tidaknya teologi atau ideologi),
perang agama, diskriminasi, dan hegemoni budaya di tengah kultur monolitik dan
uniformitas global. Dalam
sejarahnya, pendidikan multikultural sebagai sebuah konsep atau pemikiran tidak
muncul dalam ruangan kosong, namun ada interes politik, sosial, ekonomi dan
intelektual yang mendorong kemunculannya. Wacana pendidikan multikultural pada
awalnya sangat bias Amerika karena punya akar sejarah dengan gerakan hak asasi manusia
(HAM) dari berbagai kelompok yang tertindas di negeri tersebut. Banyak lacakan
sejarah atau asal-usul pendidikan multikultural yang merujuk pada gerakan
sosial Orang Amerika keturunan
Afrika dan kelompok kulit berwarna lain yang mengalami praktik diskrinunasi di
lembaga-lembaga publik pada masa perjuangan hak asasi pada tahun 1960-an. Di
antara lembaga yang secara khusus disorot karena bermusuhan dengan ide
persamaan ras pada saat itu adalah lembaga pendidikan. Pada akhir 1960-an dan
awal 1970-an, suara-suara yang menuntut lembaga-lembaga pendidikan agar
konsisten dalam menerima dan menghargai perbedaan semakin kencang, yang
dikumandangkan oleh para aktivis, para tokoh dan orang tua. Mereka menuntut
adanya persamaan kesempatan di bidang pekerjaan dan pendidikan. Momentum inilah
yang dianggap sebagai awal mula dari konseptualisasi pendidikan multikultural.
Tahun 1980-an agaknya yang dianggap sebagai kemunculan lembaga sekolah yang berlandaskan pendidikan multikultural yang didirikan oleh para peneliti dan aktivis pendidikan progresif. James Bank adalah salah seorang pioner dari pendidikan multikultural. Dia yang membumikan konsep pendidikan multikultural menjadi ide persamaan pendidikan. Pada pertengahan dan akhir 1980-an, muncul kelompok sarjana, di antaranya Carl Grant, Christine Sleeter, Geneva Gay dan Sonia Nieto yang memberikan wawasan lebih luas soal pendidikan multikultural, memperdalam kerangka kerja yang membumikan ide persamaan pendidikan dan menghubungkannya dengan transformasi dan perubahan sosial. Didorong oleh tuntutan warga Amerika keturunan Afrika, Latin/Hispanic, warga pribumi dan kelompok marjinal lain terhadap persamaan kesempatan pendidikan serta didorong oleh usaha komunitas pendidikan profesional untuk memberikan solusi terhadap masalah pertentangan ras dan rendahnya prestasi kaum minoritas di sekolah menjadikan pendidikan multikultural sebagai slogan yang sangat populer pada tahun 1990-an. Selama dua dekade konsep pendidikan multikultural menjadi slogan yang sangat populer di sekolah-sekolah AS. Secara umum, konsep ini diterima sebagai strategi penting dalam mengembangkan toleransi dan sensitivitas terhadap sejarah dan budaya dari kelompok etnis yang beraneka macam di Negara ini.Ide pendidikan multikulturalisme akhirnya menjadi komitmen global sebagaimana direkomendasi UNESCO pada bulan Oktober 1994 di Jenewa. Rekomendasi itu di antaranya memuat empat pesan. Pertama, pendidikan hendaknya mengembangkan kemampuan untuk mengakui dan menerima nilai-nilai yang ada dalam kebhinnekaan pribadi, jenis kelamin, masyarakat dan budaya serta mengembangkan kemampuan untuk berkomunikasi, berbagi dan bekerja sama dengan yang lain. Kedua, pendidikan hendaknya meneguhkan jati diri dan mendorong konvergensi gagasan dan penyelesaian-penyelesaian yang memperkokoh perdamaian, persaudaraan dan solidaritas antara pribadi dan masyarakat. Ketiga, pendidikan hendaknya meningkatkan kemampuan menyelesaikan konflik secara damai dan tanpa kekerasan. Karena itu, pendidikan hendaknya juga meningkatkan pengembangan kedamaian dalam diri diri pikiran peserta didik sehingga dengan demikian mereka mampu membangun secara lebih kokoh kualitas toleransi, kesabaran, kemauan untuk berbagi dan memelihara. Konsep pendidikan multikultural dalam perjalanannya menyebar luas ke kawasan di luar AS, khususnya di negara-negara yang memiliki keragaman etnis, ras, agama dan budaya seperti Indonesia. Sekarang ini, pendidikan multikultural secara umum mencakup ide pluralisme budaya. Tema umum yang dibahas meliputi pemahaman budaya, penghargaan budaya dari kelompok yang beragam dan persiapan untuk hidup dalam masyarakat pluralistik. Pada konteks Indonesia, perbincangan tentang konsep pendidikan multikultural semakin memperoleh momentum pasca runtuhnya rezim otoriter-militeristik Orde Baru karena hempasan badai reformasi. Era reformasi ternyata tidak hanya membawa berkah bagi bangsa kita namun juga memberi peluang meningkatnya kecenderungan primordialisme. Untuk itu, dirasakan kita perlu menerapkan paradigma pendidikan multikultur untuk menangkal semangat primordialisme tersebut. Secara generik, pendidikan multikultural memang sebuah konsep yang dibuat dengan tujuan untuk menciptakan persamaan peluang pendidikan bagi semua siswa yang berbeda-beda ras, etnis, kelas sosial dan kelompok budaya. Salah satu tujuan penting dari konsep pendidikan multikultural adalah untuk membantu semua siswa agar memperoleh pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang diperlukan dalam menjalankan peran-peran seefektif mungkin pada masyarakat demokrasi-pluralistik serta diperlukan untuk berinteraksi, negosiasi, dan komunikasi dengan warga dari kelompok beragam agar tercipta sebuah tatanan masyarakat bermoral yang berjalan untuk kebaikan bersama. Dalam implementasinya, paradigma pendidikan multikultural dituntut untuk berpegang pada prinsip-prinsip beriku ini:
Tahun 1980-an agaknya yang dianggap sebagai kemunculan lembaga sekolah yang berlandaskan pendidikan multikultural yang didirikan oleh para peneliti dan aktivis pendidikan progresif. James Bank adalah salah seorang pioner dari pendidikan multikultural. Dia yang membumikan konsep pendidikan multikultural menjadi ide persamaan pendidikan. Pada pertengahan dan akhir 1980-an, muncul kelompok sarjana, di antaranya Carl Grant, Christine Sleeter, Geneva Gay dan Sonia Nieto yang memberikan wawasan lebih luas soal pendidikan multikultural, memperdalam kerangka kerja yang membumikan ide persamaan pendidikan dan menghubungkannya dengan transformasi dan perubahan sosial. Didorong oleh tuntutan warga Amerika keturunan Afrika, Latin/Hispanic, warga pribumi dan kelompok marjinal lain terhadap persamaan kesempatan pendidikan serta didorong oleh usaha komunitas pendidikan profesional untuk memberikan solusi terhadap masalah pertentangan ras dan rendahnya prestasi kaum minoritas di sekolah menjadikan pendidikan multikultural sebagai slogan yang sangat populer pada tahun 1990-an. Selama dua dekade konsep pendidikan multikultural menjadi slogan yang sangat populer di sekolah-sekolah AS. Secara umum, konsep ini diterima sebagai strategi penting dalam mengembangkan toleransi dan sensitivitas terhadap sejarah dan budaya dari kelompok etnis yang beraneka macam di Negara ini.Ide pendidikan multikulturalisme akhirnya menjadi komitmen global sebagaimana direkomendasi UNESCO pada bulan Oktober 1994 di Jenewa. Rekomendasi itu di antaranya memuat empat pesan. Pertama, pendidikan hendaknya mengembangkan kemampuan untuk mengakui dan menerima nilai-nilai yang ada dalam kebhinnekaan pribadi, jenis kelamin, masyarakat dan budaya serta mengembangkan kemampuan untuk berkomunikasi, berbagi dan bekerja sama dengan yang lain. Kedua, pendidikan hendaknya meneguhkan jati diri dan mendorong konvergensi gagasan dan penyelesaian-penyelesaian yang memperkokoh perdamaian, persaudaraan dan solidaritas antara pribadi dan masyarakat. Ketiga, pendidikan hendaknya meningkatkan kemampuan menyelesaikan konflik secara damai dan tanpa kekerasan. Karena itu, pendidikan hendaknya juga meningkatkan pengembangan kedamaian dalam diri diri pikiran peserta didik sehingga dengan demikian mereka mampu membangun secara lebih kokoh kualitas toleransi, kesabaran, kemauan untuk berbagi dan memelihara. Konsep pendidikan multikultural dalam perjalanannya menyebar luas ke kawasan di luar AS, khususnya di negara-negara yang memiliki keragaman etnis, ras, agama dan budaya seperti Indonesia. Sekarang ini, pendidikan multikultural secara umum mencakup ide pluralisme budaya. Tema umum yang dibahas meliputi pemahaman budaya, penghargaan budaya dari kelompok yang beragam dan persiapan untuk hidup dalam masyarakat pluralistik. Pada konteks Indonesia, perbincangan tentang konsep pendidikan multikultural semakin memperoleh momentum pasca runtuhnya rezim otoriter-militeristik Orde Baru karena hempasan badai reformasi. Era reformasi ternyata tidak hanya membawa berkah bagi bangsa kita namun juga memberi peluang meningkatnya kecenderungan primordialisme. Untuk itu, dirasakan kita perlu menerapkan paradigma pendidikan multikultur untuk menangkal semangat primordialisme tersebut. Secara generik, pendidikan multikultural memang sebuah konsep yang dibuat dengan tujuan untuk menciptakan persamaan peluang pendidikan bagi semua siswa yang berbeda-beda ras, etnis, kelas sosial dan kelompok budaya. Salah satu tujuan penting dari konsep pendidikan multikultural adalah untuk membantu semua siswa agar memperoleh pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang diperlukan dalam menjalankan peran-peran seefektif mungkin pada masyarakat demokrasi-pluralistik serta diperlukan untuk berinteraksi, negosiasi, dan komunikasi dengan warga dari kelompok beragam agar tercipta sebuah tatanan masyarakat bermoral yang berjalan untuk kebaikan bersama. Dalam implementasinya, paradigma pendidikan multikultural dituntut untuk berpegang pada prinsip-prinsip beriku ini:
•
Pendidikan multikultural harus menawarkan beragam kurikulum yang merepresentasikan
pandangan dan perspektif banyak orang.
•
Pendidikan multikultural harus didasarkan pada asumsi bahwa tidak ada
penafsiran tunggal terhadap kebenaran sejarah.
•
Kurikulum dicapai sesuai dengan penekanan analisis komparatif dengan sudut pandang kebudayaan yang
berbeda-beda.
•
Pendidikan multikultural harus mendukung prinsip-prinisip pokok dalam
memberantas pandangan
klise tentang ras budaya dan agama.
Pendidikan
multikultural mencerminkan keseimbangan antara pemahaman persamaan dan
perbedaan budaya mendorong individu untuk mempertahankan dan memperluas wawasan
budaya dan kebudayaan mereka sendiri. Beberapa aspek yang menjadi kunci dalam
melaksanakan pendidikan multikultural dalam struktur sekolah adalah tidak
adanya kebijakan yang menghambat toleransi, termasuk tidak adanya penghinaan
terhadap ras, etnis dan jenis kelamin. Juga, harus menumbuhkan kepekaan
terhadap perbedaan budaya, di antaranya mencakup pakaian, musik dan makanan
kesukaan. Selain itu, juga memberikan kebebasan bagi anak dalam merayakan
hari-hari besar umat beragama serta memperkokoh sikap anak agar merasa butuh
terlibat dalam pengambilan keputusan secara demokratis.
Pendidikan
multikultural sebagai wacana baru di Indonesia dapat diimplementasikan tidak
hanya melalui pendidikan formal namun juga dapat di implementasikan dalam
kehidupan masyarakat maupun dalam keluarga. Dalam pendidikan formal pendidikan
multikultural ini dapat diintegrasikan dalam sistem pendidikan melalui
kurikulum mulai Pendidikan Usia Dini, SD, SLTP, SMU maupun Perguruan Tinggi.
Sebagai wacana baru, Pendidikan Multikultural ini tidak harus dirancang khusus
sebagai muatan substansi tersendiri, namun dapat diintegrasikan dalam kurikulum
yang sudah ada tentu saja melalui bahan ajar atau model pembelajaran yang
paling memungkinkan
diterapkannya pendidikan multikultural ini. Di Perguruan Tinggi misalnya, dari
segi substansi, pendidikan multikultural ini dapat dinitegrasikan dalam
kurikulum yang berperspektif multikultural, misalnya melalui mata kuliah umum
seperti Kewarganegaraan, ISBD, Agama dan Bahasa. Demikian juga pada tingkat
sekolah Usia Dini dapat diintegrasikan dalam kurikulum pendidikan misalnya
dalam Out Bond Program, dan pada tingkat SD, SLTP maupun Sekolah menengah
pendidikan multikultural ini dapat diintegrasikan dalam bahan ajar seperti
PPKn, Agama, Sosiologi dan Antropologi, dan dapat melalui model pembelajaran
yang lain seperti melalui kelompok diskusi, kegiatan ekstrakurikuler dan
sebagainya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar